
SELONG, DS – Selama masa pemberlakuan pembatasan sosial di Lombok Timur, jumlah perkawinan anak mengalami peningkatan. Namun hal tersebut tidak semata-mata karena penerapan pola pembelajaran tanpa tatap muka di sekolah, atau belajar di rumah.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB), Asrul Sani, Senin (31/08/2020), mengatakan pendapat mengenai pernikahan anak karena belajar di rumah, perlu dicermati kasus perkasus. Menurutnya, idealnya angka pernikahan anak mengalami penurunan karena adanya kebijakan pembatasan yang dilakukan, terutama pembatasan dalam pergaulan.
“Belajar di rumah berarti mereka diawasi orangtua. Harusnya menurun, karena orangtua lebih banyak waktu mengawasi si anak. Apalagi ada himbauan agar tidak boleh keluar rumah kalau tidak perlu,” ujarnya.
Namun, Asrul tak menampik adanya peningkatan kasus pernikahan anak di tahun 2020 ini. Di tahun 2019, kasus pernikahan anak di Lombok Timur sebanyak 17 kasus. Sedangkan di tahun ini, pada pertengahan tahun saja sudah mencapai 15 kasus.
“Kalau dilihat dari tahun ke tahun, memang meningkat. Ada tidak ada Corona, memang meningkat. Misalnya 2018 ada 11 kasus. 2019 ada 17 kasus, kalau tidak salah,” bebernya.
Pernikahan anak di Indonesia merupakan sebuah penomena gunung es. Sehingga diperlukan upaya ekstra untuk menguranginya.
Dengan cara mendorong perkawinan anak sebagai isu kritis dalam semua aspek pembangunan. Serta melibatkan struktur pemerintahan hingga tingkat desa untuk terlibat aktif dalam pencegahan.
“Mendorong desa untuk membuat aturan desa, atau awig-awig. Juga upaya membentuk forum-forum anak di masing-masing kecamatan atau desa,” kata dia. Dd
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.