BSK Samawa

Tuding Abdul Aziz Sebar Hoaks Soal Lahan 60 Hektare, Kuasa Hukum Ali BD Ajukan Rekonpensi di PN Sumbawa

FOTO. Basri Mulyani MH. (FOTO. RUL/DS)

MATARAM, DS – Gugatan perdata yang dilayangkan Abdul Azis ke Pengadilan Negeri (PN) Sumbawa dengan perkara register dengan Nomor 12/Pdt.G/2022/PN.Sbw yang menyebutkan jika Ali Bin Dahlan (BD) telah merayu untuk menjual tanahnya yang jumlahnya kurang lebih 60 hektare pada tahun 2011 dan baru dibayar Rp 60 juta, dipastikan hoaks alias tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Kuasa hukum Ali BD, Basri Mulyani MH, menegaskan bahwa lahan seluas kurang lebih 60 hektare yang bakal masuk dalam kawasan Sirkuit MXGP Samota, justru Abdul Azis AB yang menawarkan kepada kliennya untuk dilakukan pembelian.

Parahnya, Abdul Azis mengaku punya tanah namun tidak memiliki surat-suratnya. Ia juga meminta sejumlah uang senilai Rp 2 juta untuk mengurus surat-suratnya empat bulan kemudian baru jadi sporadik.

“Tapi, yang diurus itupun bukan hanya nama dia tapi juga ada nama anak mantu dan keponakannya yang jumlahnya hanya sekitar 35 hektare dari total yang diklaim berjumlah 40 hektare. Sementara, Abdul Azis yang dijanjikan pada klien kami bukan sekitar 60 hektare sebagaimana dalil gugatannya maupun yang berkembang di publik,” jelas Basri pada wartawan, Kamis (12/5).

Menurut Basri, janji penggugat untuk mengurus sporadik tanah yang masuk kawasan MXGP Samota tidak keluar sekaligus melainkan bertahap, dari tahun 2011, tahun 2012 dan tahun 2013.

Ia mengaku perlu meluruskan tudingan penggugat yang telah mendaftarkan gugatannya tertanggal 14 Maret 2022 lalu. Sebab, penggiringan opini yang dilakukan oleh Abdul Azis, tak berdasarkan hukum dan fakta. Karena itu, selaku kuasa hukum Ali BD, Basri menyarankan kepada penggugat untuk fokus saja kepada upaya hukum yang kini telah berjalan.

“Ini karena bangunan opini publik yang kini dilakukan penggugat telah menyesatkan dan semakin membikin gaduh di tengah-tengah masyarakat. Maka, kami berkewajiban meluruskan agar publik tercerahkan secara hukum dan tidak terus menerus disampaikan berita-berita hoaks dan menyesatkan publik,” tegas Basri menjelaskan.

Ia mendaku jual beli yang dilakukan kliennya dilakukan awalnya dibawah tangan pada tanggal 8 Agustus 2011 lalu. Transaksi itu disaksikan oleh sejumlah saksi-saksi di mana Abdul Azis langsung menerima uang muka sebesar Rp 83,5 juta

Selanjutnya, secara berturut-turut dilakukan dihadapan notaris sampai beberapa kali Abdul Azis menerima pembayaran yang jumlahnya melebihi dari yang diperjanjikan.

“Maka, secara fakta sudah terang dan jelas tidak dibayar Rp 60 juta dan tidak direbut dengan cara paksa tanah itu. Sekali lagi, ini zaman kebebasan dan bukan jaman pemerintahan diktator,” kata Basri lantang.

Klaim Abdul Azis jika lahan kurang lebih 60 hektare di kawasan MXGP Samota adalah miliknya, juga tidak benar. Pasalnya, sertifikat kepemilikan telah muncul atas nama dua orang yang dalam praktiknya tidak penggugat tarik sebagai pihak dalam gugatannya.

Lanjut Basri, Ali BD hanya menjadi juru bayar yang tidak menguasai tanah-tanah itu. Oleh karenanya, gugatan Abdul Azis di PN Sumbawa adalah gugatan salah subyek yang digugat dan obyek gugatan tidak sesuai dengan yang diperjual belikan.

“Jadi, jelas dampaknya adalah salah batas-batas obyek sengketa. Kalau istilah hukumnya gugatan Abdul Aziz ini, masuk gugatan yang kabur atau obscuur libel dan kurang pihak yang seharusnya menjadi penggugat dan tergugat,” jelas dia.

Terkait formulasi gugatan Abdul Azis di PN Sumbawa, menurut Basri, juga tidak terlihat dengan jelas apakah gugatan wanprestasi (ingkar janji) atas belum lunasnya pembayaran ataukah gugatan perbuatan melawan hukum atas penyeroboran yang didalilkannya.

Terlebih, dalam hukum acara perdata tidak benarkan untuk menggabungkan gugatan wanprestasi dengan gugatan perbuatan melawan hukum dalam satu kesatuan mengingat hukum acaranya berbeda.

“Pernyataan Ketua HKTI Sumbawa tentang tanah absente yang klien kami dinyatakan tidak berhak untuk memiliki di Samota. Kita sarankan, jika mengutip pendapat soal hukum tentang tanah absente jangan sepotong-potong. Ini karena dampaknya pasti akan mengambil kesimpulan yang sesat dalam cara berfikir hukum (fallacy). Termasuk, dengan logika yang sesat sangat membahayakan publik atas pernyataan-pernyataannya yang tidak sesuai dengan kaidah hukum,” tutur Basri.

Basri menambahkan, atas berbagai keganjalan yang dilakukan penggugat dalam persidangan, pihaknya telah mengajukan gugatan balik (rekonpensi) atas gugatan yang Abdul Azis lakukan mengingat banyak hal yang tidak sesuai fakta.

“Dalam putusan Nomor 24/Pdt.G/2018/PN.Sbw, pada halaman 24 dibawah sumpah sebagai saksi Abdul Azis menyampaikan bahwa tanah-tanahnya yang jumlahnya 65 Ha sudah dia jual semuanya pada klien kami. Termasuk, dia Abdul Azis sudah tidak punya tanah lagi di Samota,” tandas dia.

“Ini jelas pada keterangan sebelumnya adalah kesaksian palsu yang dalam ketentuan pasal 242 ayat (1) KUHP akan mengandung sebuah konsekuensi. Yakni, akan diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun,” sambung Basri Mulyani. RUL

Facebook Comments Box

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.