TGB Sebut Pemerintah Fokus ke Proyek Besar

0
Gubernur NTB Dr. TGH. Muhamad Zainul Majdi (kanan) saat berbincang dengan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko (kiri)

MATARAM, DS – Pembangunan infrastruktur yang menyasar semua wilayah Indonesia dan kini menjadi fokus  pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK), menui kritik Gubernur Dr. TGH. Muhamad Zainul Majdi.

Pasalnya, pembangunan infrastruktur skala besar yang kini terus digalakkan diantaranya proyek pembangunan jalan tol, kereta api ringan atau Light Rail Transit ( LRT), MRT dan lainnya yang padat teknologi, tidak harus berarti pembangunan infrastruktur yang melibatkan padat karya menjadi berkurang.

“Masyarakat butuh juga sentuhan pembangunan infrastruktur nyata dan bersifat langsung guna menyentuh mereka,” ujar Gubernur saat menjadi penanggap pada diskusi capaian tiga tahun kepemimpinan Jokowi-JK di Universitas Mataram (Unram), Jumat (9/3).

TGB menegaskan, pemerintah perlu juga memerhatikan pembangunan irigasi teknis yang langsung masuk ke sawah petani. “Sehingga tidak hanya (membangun) infrastruktur besar. Tetapi infrastruktur yang langsung menyentuh kepemilikan, aktivitas ekonomi masyarakat,” tegasnya.

TGB  khawatir jika proyek yang dibangun pemerintah infrastruktur skala besar saja, akan menjadi pertanyaan siapa yang akan menjadi penikmat keberadaan infrastruktur tersebut. Untuk itu, pembangunan infrastruktur skala besar perlu juga diimbangi dengan pembangunan infrastruktur yang menyentuh langsung sarana ekonomi masyarakat.

“Pembangunan infrastruktur skala besar hanya akan membuat pengusaha besar bisa mendistribusikan barangnya lebih murah ke masyarakat. Sehingga, yang lebih besar menikmati keberadaan infrastruktur besar itu adalah para pengusaha besar. Namun, masyarakat kemungkinan tak mendapatkan kemanfaatan ekonomi yang besar dari keberadaan infrastruktur tersebut,” jelasnya.

Meski demikian, TGB mengapresiasi program pembangunan infrastruktur  yang dilakukan pemerintah pusat sejak tahun 2014 lalu. Menurutnya, proyek pembangunan infrastruktur yang luar biasa dilakukan pemerintahan Jokowi – JK yang sekarang akan terlihat hasilnya pada 2019 hingga 2021 mendatang.

Hal serupa, kata Gubernur, dilakukannya di NTB berupa pembangunan infrastruktur seperti jalan provinsi didukung regulasi berupa Perda tahun jamak menjadi daya ungkit pembangunan di NTB sejak tahun 2008 lalu.

Sehingga, lanjut dia, beberapa kali NTB mendapatkan penghargaan terkait dengan pembangunan infrastruktur yang dilakukan dari Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian PUPR.

“Pembangunan infrastruktur yang kita lakukan itu, berbasis kawasan atau potensi wilayah. Jadi, ada hitung-hitungannya. Kalau kawasan itu proyeksinya 10 tahun kedepan menghasilkan kemanfaatan ekonomi, menghadirkan tenaga kerja sekian, kalau terbuka maka dibangun infrastrukturnya,” ungkap TGB.

Ia menjelaskan, infrastruktur yang dibangun bukan semata-mata untuk melancarkan mobilitas masyarakat atau barang dan jasa. Tetapi dikaitkan dengan kemampuan pembangunan infrastruktur itu untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di suatu kawasan. Hal itulah yang dilakukan sejak 2008 lalu.

Hasilnya, pada 2017 lalu pertumbuhan ekonomi NTB di luar sektor tambang mencapai 7,1 persen. Selain itu, gini rasio juga mampu ditekan di bawah rata-rata nasional. Pengangguran berada pada posisi 3,32 persen dan angka kemiskinan mampu diturunkan sebesar 1,02 persen pada 2017, yang merupakan penurunan tertinggi ke dua di Indonesia.

Selain memberikan catatan terhadap program pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah pusat. Gubernur juga menyoroti maraknya keberadaan retail modern. Menurutnya, keberadaan retail modern ini berpengaruh terhadap struktur ekonomi masyarakat dan sosial keagamaan.

Masyarakat desa yang dulunya menjadi donatur untuk kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, dengan keberadaan retail modern, kontribusinya semkain berkurang. Jangankan menjadi donatur, kata gubernur, masyarakat yang dulunya punya kios atau toko, dengan keberadaan retail modern, agak kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Sekarang kios-kios jarang laku. Sekarang masyarakat itu belinya di retail modern. Sehingga warga desa yang semula jadi donatur, mereka tak mampu lagi. Jangankan jadi donatur, untuk memenuhi kebutuhannya agak kesulitan,” kata TGB.

Ia menambahkan, liberasi ekonomi yang terjadi sampai di tingkat desa tidak hanya berpengaruh terhadap struktur ekonomi. Namun struktur keagamaan juga berubah. Uang yang ada tidak lagi beredar di pengusaha-pengusaha tingkat desa atau pedagang kecil. Tetapi uang yang ada disedot ke luar daerah.

“liberasi ekonomi dibuka benar-benar tanpa ada kontrol. Itu tidak hanya berdampak terhadap penguasaan aset. Tapi juga berpengaruh terhadap kohesivitas sosial,” tandas Zainul Majdi. fm

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan