Soal Lahan Gili Trawangan, Ombudsman Desak BPK dan KPK Lakukan Audit Investigasi
MATARAM, DS – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta secepatnya melakukan audit investigasi terhadap kerjasama perjanjian pengelolaan aset milik negara di kawasan wisata Gili Trawangan, KLU.
Sejauh ini, luas aset Pemprov NTB di Gili Trawangan mencapai 75 hektar. Sementara, PT GTI hanya memiliki izin mengelola sekitar 65 hektar. Namun 90 persen lahan sudah menjadi bangunan, hotel, kafe, villa, permukiman, sekolah, dan rumah ibadah. Semua itu dibangun warga bukan oleh PT GTI selaku pemilik kerjasama lahan dengan Pemprov.
“Kita minta agar sengkarut lahan di Gili Trawangan tuntas, maka BPK perlu lakukan audit investigasi. Jika merugikan keuangan negara baru KPK menyidik,” kata Anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih dalam siaran tertulisnya, Senin (23/11).
Menurut Alamsyah, KPK bersama Kejaksaan Tinggi NTB selayaknya meninjau ulang kontrak pengelolaan pulau wisata Gili Trawangan untuk menelusuri apakah ada atau tidaknya wanprestasi antara Pemerintah Provinsi NTB dengan PT GTI.
Apalagi, KPK yang kini diketuai oleh Firli Bahuri bisa melakukan penyidikan apabila sudah ada hasil audit investigasi yang dikeluarkan BPK terhadap pengelolaan pulau wisata Gili Trawangan.
Sebab,Ketua KPK juga pernah menjadi Kepala Kepolisian Daerah NTB, sehingga dapat dipastikan Firli memahami bagaimana pengelolaan tempat wisata yang merupakan aset milik negara tersebut.
“Jangan hanya mengimbau. Ketua KPK kan pernah menjadi Kapolda NTB. Besar kemungkinan paham situasi di sana. KPK lebih paham,” tegasnya.
KPK sebelumnya telah meminta Pemprov NTB memberikan surat kuasa khusus (SKK) kepada Kejaksaan Tinggi NTB untuk menyelesaikan lahan yang dikelola GTI, namun hingga kini belum juga direspons.
Padahal Kejaksaan Tinggi NTB juga sudah mengirimkan legal opinion (LO) atas persoalan lahan Pemerintah Provinsi yang dikelola PT GTI, menyangkut perjanjian yang ditandatangani antara PT GTI dengan Pemprov NTB.
Alamsyah mengatakan Ombudsman bisa saja mengawasi persoalan ini jika ada pihak yang melaporkan, tetapi KPK sudah turun tangan untuk membantu menyelesaikan persoalan pengelolaan aset di Gili Trawangan Indah.
“Bisa (Ombudsman mengawasi), jika ada yang melapor. Tapi kan sudah ditangani KPK. Kita lihat sajalah. Kerugian negara itu domainnya BPK dan KPK,” tegasnya.
Layangkan Somasi Kedua

Pemprov NTB meminta PT Gili Trawangan Indah (GTI) memberi jawaban konkret atas somasi kedua yang telah dilayangkan. ”Kita minta PT GTI responsnya lebih progresif. Minta seperti apa rencana detailnya,” kata Sekda NTB H Lalu Gita Ariadi beberapa hari lalu.
Gita menyebut proses penyelesaian kerja sama pengelolaan aset dengan PT GTI masih terus diupayakan. Salah satunya dengan memberikan somasi kedua pada tanggal 2 November.
Somasi ditandatangani Gita selaku sekda, atas nama gubernur NTB. Somasi kedua ini, untuk merespons surat dari PT GTI yang merupakan tanggapan atas somasi pertama yang dikirimkan pemprov. Surat tanggapan PT GTI tertanggal 29 April.
Di somasi kedua, pemprov menilai jawaban yang diberikan PT GTI tidak mencerminkan solusi penyelesaian masalah dan tindak lanjut. Sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 5 dalam Perjanjian Kontrak Produksi Nomor 1 Tahun 1995.
Pemprov kemudian meminta PT GTI untuk melaksanakan kewajibannya. Salah satunya menyampaikan usul rencana aksi pemanfaatan yang saling menguntungkan. Dengan jangka waktu 30 hari setelah surat somasi kedua diterima.
Di akhir surat, ada ultimatum yang ditulis pemprov. Jika lewat dari 30 hari, somasi tidak diindahkan, perjanjian kontrak produksi akan dibatalkan.
Sekda menyebut pemprov serius menyelesaikan persoalan dengan PT GTI. Hanya saja, mereka masih fokus untuk melakukan somasi. Belum pada tahapan pemberian surat kuasa khusus (SKK) kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.
”SKK masih dalam proses,” kata sekda.
Penyelesaian kerja sama pengelolaan aset di Gili Trawangan terus dipantau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rencananya, akhir bulan ini komisi anti rasuah akan turun lapangan.
Perjanjian antara PT GTI dan pemprov dilakukan selama 70 tahun. Terhitung dari 1995. Selama ini, setiap tahun pemprov hanya menerima pembayaran royalti Rp 22,5 juta. Sementara dari kajian KPK, pendapatan yang bisa diperoleh setiap tahun mencapai Rp 24 miliar. RUL.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.