Soal Lahan Dikuasai GTI, KPK Warning Jangan Ada Penyelewengan Aset Daerah
FOTO. Budi Waluya. (FOTO. RUL/DS).
MATARAM, DS – Anggota Komisi I DPRD NTB Bidang Hukum dan Pemerintahan, H. Najamudin Mustafa meminta Gubernur Zulkieflimansyah agar lebih lagi berpihak pada masyarakat.
Menurut dia, sikap memberikan kelonggaran pada kalangan swasta yang telah menelantarkan lahan seluas 60 hektare lebih namun mengorbankan rakyat setempat, harus mulai dihindarkan.Sebab, negara tidak boleh kalah dengan swasta.
“Ketika negara kalah dengan swasta, maka akan terus kalah. Pelajaran addendum di GTI itu, adalah tanda bahaya untuk Pemprov NTB,” tegas Najamudin pada wartawan, Rabu (16/6).
Ia menyatakan, jika praktik swasta yang terus berbisnis diatas lahan pemerintah maka hal itu berbahaya bagi pemerintah daerah. Apalagi, rakyat juga telah mampu berbuat dan mengembangkan wilayah di Gili Trawangan.
“Inilah yang kita minta agar negara melakukan proteksi keinginan rakyatnya. Negara enggak boleh plintat-plintut, karena jika terus kayak begitu sikap kita jelas keenakan swasta itu bertindak semau mereka,” kata Najamudin.
“Pastinya, kepentingan rakyat harus diproteksi dengan aturan. Jika enggak pro rakyat, maka kita revisi aturan itu agar rakyat bisa tersenyum diatas tanah kelahirannya,” sambung dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengingatkan aparatur pemerintah dan semua pihak yang terkait dalam penuntasan polemik pengelolaan lahan milik Pemprov yang kini dikelola PT Gili Trawangan Indah (GTI) untuk tidak melakukan manipulasi terhadap aset tersebut.
“Fokus kami itu lebih kepada bagaimana aset itu dikelola maksimal, tidak ada yang diselewengkan ataupun dimanipulasi untuk mendapatkan keuntungan. Tapi ini bukan saja berlaku pada aset di Gili Trawangan, melainkan seluruh aset yang dikelola maupun dimiliki oleh pemerintah daerah,” kata Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Waluya di Mataram, beberapa hari lalu.
Budi menegaskan dalam persoalan polemik lahan milik Pemprov NTB yang dikelola oleh PT GTI di Kabupaten Lombok Utara, KPK tidak memiliki kewenangan untuk ikut campur terlalu jauh karena persoalan tersebut saat ini sedang ditangani antara Pemprov NTB, Kejaksaan bersama PT GTI selaku pengelola kawasan untuk bisa mencari jalan keluar terbaik, terutama bagaimana lahan tersebut tidak merugikan daerah.
“Kalau ada rekomendasi lahan itu diperbarui kontraknya dan itu jalan terbaik, ya silahkan. Terpenting bagi KPK itu bagaimana lahan tersebut dimanfaatkan maksimal dan tidak terbengkalai,” katanya.
“Artinya, kalau itu hak pemda itu harus diambil dan dikelola. Jangan tidak diambil dan tidak dijaga serta dirawat,” sambung Budi Waluya.
Disinggung apakah KPK tidak menelusuri adanya dugaan unsur tindak pidana dalam persoalan GTI, terlebih di lahan tersebut kini diisi 80 lebih pengusaha yang membangun usaha di atas lahan milik pemerintah daerah secara ilegal, Budi menyatakan KPK bisa saja turun tangan melakukan penyelidikan.
Hanya saja, katanya, KPK juga tidak bisa bergerak tanpa ada pihak yang melaporkan bahwa di tempat itu telah terjadi tindak pidana, misalnya tindakan korupsi, khususnya yang dilakukan aparatur pemerintah.
“Kalau itu ada laporan, bagaimana kami mau bertindak. Makanya kami harapkan ada laporan, kriteria yang terkait dengan penyelenggara negara dan kerugian di atas satu miliar, kami siap kalau ada menerima laporan,” ucap Budi.
Oleh karena itu, pihaknya berharap ada pengaduan masyarakat terkait hal tersebut, sehingga ada dasar KPK untuk melakukan penelusuran.
“Kami menungu saja kalau ada laporan tindak pindana korupsi, kami akan lihat kasusnya, kalau tidak ada unsur ke korupsi, kami ke institusi lain. Pengaduan itu penting karena kami menjaga kedepannya tidak ada tindakan hukum. Makanya kita wanti-wanti jangan main supaya tidak ada pungutan, terutama dengan pemda,” tandas Budi Waluya. RUL.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.