BSK Samawa

MUSIK TRADISIONAL KEBANGRU’AN dan Kesurupan

0
Pentas Kebangru'an

Musik Tradisional Kebangru’an mulai dikenalkan oleh para budayawan wilayah Benyer sejak tahun 1900 an. Pada saat itu, banyak warga masyarakat yang kesurupan (Bangru’ : Sasak) yang disebabkan oleh jin atau dikirim oleh seseorang lewat jin. Oleh tokoh seniman/budayawan yang religi kemudian membacakan nasyid/lawas/lelakak yang bersumber dari kitab kuning/gundul yang berisikan nasihat dan penolak balak dengan diiringi musik tradisional. Dengan izin Allah maka, orang yang Bangru’ tersebut menjadi sembuh.  Sejak saat itu kemudian musik tradisional tersebut dikenal/diberinama Musik Tradisional Kebangru’an oleh seniman budayawan Benyer saat itu.

Alat musik tradisional Kebangru’an ini terdiri atas Alat Petik semacam guitar tradisional (Penting : Sasak), Biola (Piul : Sasak), Gidur (Beduk ukuran kecil), Gendang, Rencek, Seruling (Suling : Sasak), dan Gong. Alat musik tradisional Kebangru’an tersebut dibuat juga oleh para seniman secara otodidak sampai saat ini.

Setidaknya, ada 6 orang tokoh yang konsen meneruskan pelestarian produk seni budaya musik tradisional yang sampai saat ini hanya ada di Dusun Benyer Desa Telaga Waru Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lotim. Untuk seterusnya memiliki hak cipta/paten sebagai milik Lembaga Menduli Selayar Dusun Benyer Desa Telaga Waru Kecamatan Pringgabaya dan menjadi bagian dari khazanah deretan music tradisional daerah Nusa Tenggara Barat. Ke 6 orang tokoh  tersebut adalah  Amit (lahir tahun 1907), Deli (lahir, tahun 1934), Masdah (lahir, tahun 1945), Nursilah (lahir, tahun 1945), Mualif (lahir, tahun 1950), dan Rihin (lahir, tahun 1966).

Pimpinan Lembaga Menduli Selayar, Rihin, Rabu (13/2/19), menyampaikan bahwa, musik tradisional Kebangru’an dilestarikan dan dalam binaan Lembaga Menduli Selayar yang dia pimpin saat ini.

“Pada intinya, dalam masa sekarang ini, musik tradisional Kebangru’an tampil dalam nuansa yang syarat dengan nasehan dan pesan-pesan positif termasuk dalam menumbuh-kembangkan karakter generasi muda yang cinta budaya kearifan local dan proaktif dalam akselerasi pembangunan,” kata Rihin, dihubungi via telepon selulernya. Rihin saat ini bertugas di Polda Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Rihin menjelaskan, ending dari musik tradisional  yang dipimpinnya adalah membentuk insan dan generasi muda yang cinta budaya kearifal lokal, sebagai bagian dari khazanah budaya nusantara dan perekat utuhnya NKRI.

“Karena itu, dalam penampilan musik tradisional Kebangru’an menyuguhkan materi syair/nasyid/lawas yang bersumber dari kitab kuning, termasuk dari  kitab hikayat dan sejenisnya,” terang  Rihin. “Saat ini, kami sedang latihan secara intens untuk pementasan tanggal 22 Februari di Taman Budaya Mataram,” imbuhnya.

Sementara itu, Hasanuddin, salah seorang pemain musik tradisional Kebangru’an menyampaikan pengalamannya. Kata dia, grup Menduli Selayar dengan pemain 12 orang, di antaranya ada 2 orang perempuan.

Kelompok ini sering mentas di Gedung Taman Budaya Mataram, TVRI, dan atas undangan dari instansi dan para pejabat yang mengadakan acara gawe (perkawinan, selamatan hitanan, dan lainnya). Nanti jelang tanggal 22 Februari 2019 semua anggota grupnya yang berada di Desa Telaga Waru akan berangkat bersama-sama ke Mataram.

“Kita berangkat bersama-sama nanti dengan mobil Pak Camat Pringgabaya.  Jadi,  saat ini sebagian besar anggota Group sedang berlatih di Gedung Taman Budaya Mataram,”  kata Hasanuddin (Kus).

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan