MATARAM, DS – Sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di Pemkab Lombok Tengah dan sebanyak enam kepala desa di lingkar Bandara Internasional Lombok (BIL) di Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, terpantau kompak mengikuti aksi unjuk rasa penolakan perubahan bernama Bandara Internasional Lombok (BIL) atau Lombok Internasional Airport (LIA) menjadi Bandara Zainuddin Abdul Majid (BIZAM) pada Senin (18/11).
Umumnya, para Kades dan ASN itu mengklaim keikut sertaan mereka pada aksi unjuk rasa di kantor DPRD NTB dan sebelumnya mereka berkumpul di alun-alun Tastura Kota Praya itu, lantaran terpanggil dengan terbitnya Surat Gubernur NTB Nomor 550/375/Dishub/2019 tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor 1421 tahun 2018 terkait perubahan nama bandara tersebut.
Kepala Desa Ketara, Lombok Tengah, Lalu Buntaran mengaku, umumnya seluruh warganya yang selama ini berada di lingkar BIL merasa sudah hidup aman dan nyaman terkait nama bandara yang ada saat ini. Namun, adanya surat Gubernur terkait perubahan nama bandara tersebut telah mengusik ketenangan warganya.
Padahal, hampir seluruh warganya sudah legowo merelakan tanah mereka untuk pembangunan bandara terbesar di NTB tersebut. “Termasuk, saya sendiri, tanah warisan keluarga saya seluas 15 hektare sudah kita relakan berikan pada negara. Tolong jerih payah kami untuk daerah dan bangsa Indonesia agar pula dihargai, jangan kayak sekarang, tanpa ada konfirmasi tiba-tiba seenaknya merubah nama bandara itu,” ujar Buntaran dalam orasinya, kemarin.
Ia mengaku, warga Ketara yang dikenal sudah menyimpan rapat-rapat senjata mereka diatas lemari hingga atap rumah, selama puluhan tahun untuk pengamanan jalannya bandara di tanah mereka. Kini, telah mulai terusik.
Oleh karena itu, Buntaran khawatir jika kebijakan perubahan nama bandara ini tidak ditinjau ulang dikhawatirkan, kondusifitas daerah khususnya di lingkar BIL yang sudah aman bakal tidak kondusif lagi.
“Setiap gang di desa Ketara, semua masyarakatnya sudah mulai angkat senjata yang mereka miliki saat ini. Tolong pada pimpinan DPRD agar bijak melihat persoalan perubahan nama bandara ini dengan melihat kondisi masyarakat di level paling bawah,” tegasnya.
Hal serupa dilontarkan Kepala Desa Tanak Awu Wisnu Wardana. Menurut dia, dirinya siap disangsi oleh pemerintah dengan telah mengikuti aksi unjuk rasa terkait perubahan nama bandara tersebut. Sebab, kata dia, perubahan nama bandara tersebut telah melukai masyarakatnya.
“Ketimbang saya dipecat oleh masyarakat lebih baik saya membela aspirasi seluruh masyarakat di wilayah saya. Yang pasti masyarakat sudah bersatu jika nama BIL adalah harga mati dan buka diganti seenaknya seperti saat ini,” ungkap Wardana.
Ia menyatakan, seluruh kepala desa di lingkar BIL sudah kompak untuk bersatu bersama rakyat Lombok Tengah guna menolak perubahan nama bandara tersebut. Apalagi, Bupati Loteng sudah memastikan tidak pernah sekalipun diajak komunikasi oleh Gubernur terkait perubahan nama bandara tersebut.
“Ingat, negara ini dibangun atas dasar musyawarah. Sampai sejauh ini, kami sebagai aparat di bawah tidak pernah sekalipun diajak komunikasi apapun oleh pemprov NTB melalui Gubernur NTB terkait perubahan nama bandara namun tiba-tiba sudah ada SK itu. Bahkan, pak Bupati selaku pemilik wilayah juga sama dengan kami tidak pernah sekalipun diajak berkomunikasi,” tandas Wardana.
“Jadi, jangan salahkan jika perlawanan rakyat akan terus berkobar untuk memperjuangkan tanah kelahiran kami,” sambungnya. RUL.