Sebanyak 1.840 Anak di KLU Berstatus Anak Ibu

Rapat persiapan Gawe Gubuk dan pembahasan SOP layanan integrasi perlindungan anak dengan lembaga layanan di KLU yed

KLU, DS-Sebanyak 1.840 anak di Kabupaten Lombok Utara (KLU) dalam akta kelahirannya berstatus anak ibu ditahun 2021. Hal ini berdampak kompleks bagi anak seperti masalah psikologi, hak-haknya yang hilang dan berbagai problem besar dikemudian hari.

Hal itu dikemukakan Arif dari Dukcapil KLU pada pertemuan persiapan Gawe Gubuk dan pembahasan SOP layanan integrasi perlindungan anak dengan lembaga layanan di KLU di Kantor Dinsos setempat, Senin (29/5). Hadir sejumlah utusan OPD dari Dinas Kesehatan, Dikbud, Dinsos, LPA NTB, dan OPD lainnya.

Arif bahkan mengumpamakan masalah ini sebagai bom waktu dalam 5 tahun mendatang. Pasalnya, akan banyak hak-hak anak lenyap akibat problem itu jika tidak segera diatasi. Status anak ibu meniadakan nama ayah di dalamnya disebabkan masih tingginya perkawinan usia anak. Akibat perkawinan anak maka pasangan itu tidak memeroleh buku nikah.

Arif juga mengungkapkan masih adanya lansia tanpa dokumen Adminduk yang tak akan terakses bantuan. Pun dari sebanyak 281 penyandang disabilitas, yang terdeteksi di Dukcapil hanya 150 orang. Artinya, akses bantuan kepada kelompok rentan masih belum merata disebabkan masih belum lengkapnya dokumen mereka. Karena itu, Gawe Gubuk yang mengintegrasikan segenap layanan kabupaten untuk masyarakat desa menjadi salah satu jalan keluar.

Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) KLU, Tri Nurul Fitri, memaparkan masih adanya kasus perkawinan anak sejak Januari hingga Mei 2022. Sebanyak 27 kasus nikah anak terdeteksi, atau total 47 kasus yang melibatkan anak secara keseluruhan termasuk di dalamnya pelecehan seksual dan kasus kekerasan.

“Kendala di desa. banyak kasus perkawinan anak tak terlaporkan,” katanya. Ia menduga jumlah yang tak terlaporkan dua kali lipat dari yang dilaporkan. Pihaknya pun berupaya turun langsung melakukan penanganan agar perkawinan anak tidak terjadi. Hanya saja, disaat penanganan ada sejumlah kendala oknum tertentu yang kadang tidak mendukung upaya pemerintah menekan perkawinan anak.

“Kadang upaya pencegahan tak ada celah. Kadang orangtua lemah dan condong mendorong. Kita seperti dibuat terkunci,” cetus Tri.

Berbagai problem kerentanan itu sendiri akan diatasi secara bersama-sama melalui layanan integrasi perlindungan anak dalam Gawe Gubuk 21-29 Juni. Seluruh layanan di berbagai OPD terkait melakukan layanan anak rentan di 5 desa di KLU seperti Menggala, Tegal Maja, Gumantar, Senaru, dan Sukadana.

“Sementara ini desa bersama forum anak dan PATBM tengah mempersiapkan data kerentanan anak yang akan dikoordinasikan dengan layanan terkait,” kata Sekretaris LPA NTB, Sukran Hasan seraya menambahkan layanan integrasi dimaksudkan sebagai barometer dalam menyelesaikan akses layanan anak rentan.

Fasilitator Ruli Ardiansyah mengemukakan bahwa dalam penanganan anak rentan KLU memiliki Pusat Perlindungan Pemberdyaaan Perempuan dan Anak Integratif (P4AI) yang bisa mempermudah kerja-kerja layanan. Momentum Gawe Gubuk itu sendiri berupaya melihat pelaksanaan yang ideal dalam pelayanan terhadap anak rentan. Sebutlah jika ada anak yang tidak sekolah maupun terlantar atau yang sudah menikah. Kata dia, dari data ini bisa dicarikan solusi.

“Pun kalau ada kerentanan di bidang kesehatan. Jadi perlu ada aturan main yang dibuat. terutama di 5 desa yang jadi pilot project. Karena itu perlu kesepakatan bersama dalam mekanisme alur proses pelayanan anak rentan,” katanya.

Gawe Gubuk yang diinisiasi LPA NTB pernah dilakukan di KLU tahun 2020. Pelaksanaan acara ini sangat memerlukan data yang lengkap dari desa sehingga proses layanan bisa didistribusikan kepada OPD terkait di kabupaten. Ada hal-hal yang sifat pelayanannya jangka panjang, menengah dan yang bisa dilayani hari itu juga. ian

Facebook Comments Box

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.