Rokok Penyumbang Kemiskinan, NTB PERKUAT PROGRAM PENANGGULANGAN
MATARAM,DS-Penduduk miskin di NTB pada periode Maret 2019 sekira 14,56 persen. Jumlah ini menurun tipis (0,07 persen) dibanding September 2018 sebesar 14,63 persen. Penurunan tersebut tidak membuat pasangan Gubernur Dr. H. Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur Dr.Hj.Siti Rohmi Djalilah merasa puas.
Ditengah kondisi bencana, NTB tetap menjadi daerah di Indonesia yang sangat progesif dalam penurunan angka kemiskinan. Penurunan tipis tersebut justru dijadikannya pelecut dan bahan evaluasi untuk mengoptimalkan pelaksanaan program agar tepat sasaran dan menyentuh langsung akar masalah kemiskinan yang dihadapi masyarakat.
Wakil Gubernur yang akrab disapa Umi Rohmi saat memimpin rapat koordinasi teknis terbatas bersama Penjabat Sekda NTB, Kepala Bapeda dan Penelitian NTB, Dinas Kominfotik dan Kepala BPS NTB beserta jajarannya, di Kantor Gubernur NTB di Mataram, Senin (22/7-2019), mengajak para Kepala OPD dan seluruh jajarannya untuk terus menggencarkan dan memperkuat pelaksanaan program-program intervensi penanggulangan penduduk miskin.
Wagub meminta jajarannya terus mencermati dan mengkaji penyebab dan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan angka kemiskinan berjalan lambat.
Pada rapat tersebut, Wagub meminta masukan dari Kepala BPS -NTB, Suntono — yang berdasarkan rilis data BPS — presentase kemikinan di NTB masih berada dibawah nasional (9,41persen). Namun dilihat dari tingkat kedalaman kemiskinan dan ketimpangan kemiskinan (gini ratio), NTB justru lebih baik dari angka nasional, yakni Nasional 0,382 dan NTB 0,379. Itu artinya tingkat dan kedalaman kemiskinan yang dialami oleh masyarakat NTB tidaklah terlalu parah sehingga lebih mudah untuk menanggulanginya.
Untuk itu, Wagub ingin mendapatkan kajian menyeluruh terkait kondisi tersebut, sehingga Pemda NTB dan seluruh stakeholder dapat melakukan langkah-langkah intervensi secara tepat sasaran.
Kepala BPS, Suntono, menjelaskan bahwa pendekatan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah ketidakmampuan masyarakat memenuhi kebutuhan dasar ekonominya seperti makanan dan kebutuhan dasar non makanan.
Kebutuhan dasar makanan, kata Suntono adalah pengeluaran untuk memenuhi konsumsi 2100 kkalori perkapita perhari (diwakili paket komoditi kebutuhan dasar makanan sebanyak 52 komditi).
Sedangkan kebutuhan dasar non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain
ROKOK PENYUMBANG TERBESAR KEMISKINAN DI NTB
Suntono menjelaskan bahwa komoditi makanan yang mendominasi terbentuknya garis kemiskinan (GK) di NTB adalah pengeluaran untuk makanan, yakni beras (21,41 persen) dan rokok (11,95 persen).
GK di NTB sebesar 74,54 persen disebabkan pengeluaran untuk membeli makanan. Hanya 25,46 persen saja untuk pengeluaran non makanan seperti perumahan hanya sebesar 8,59 persen di kota dan 9,55 persen di pedesaan.
Kepala BPS menjelaskan bahwa upaya menurunkan kemiskinan, pada prinsipnya sangat ditentukan oleh efektivitas pelaksanaan program-program intervensi yang digulirkan pemerintah telah tepat sasaran seperti distribusi beras miskin, Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dan NBPNT.
Ia menjelaskan masih tingginya GK di NTB, antara lain disebabkan distribusi beras miskin belum tepat sasaran. Faktanya, kata Suntono, dari hasil survey yang dilakukannya, sekira 27,6 persen dari penduduk yang paling miskin (desil 1) – yang semestinya mendapatkan raskin/rastra — ternyata tidak menerima raskin/NBPNT. Sebaliknya terdapat 20,8 persen penduduk mampu/kaya meteri (desil 10) ternyata menerima raskin.
“Demikian juga, 72 persen rumah tangga miskin di NTB tidak menerima kartu perlindungan sosial (KPS),” ungkapnya. Apabila program-program penanggulangan kemiskinan tersebut, tepat sasaran maka pihaknya yakin GK di NTB dapat ditekan hingga 8,5 persen.
Menanggapi penjelasan tersebut, Wagub Umi Rohmi menegaskan bahwa kendala dan permasalahan yang harus dibenahi adalah terkait data sasaran penduduk miskin yang belum valid. “Perlu validasi data dan update sasaran penduduk miskin berdasarkan by name by address,” ungkapnya. “Sehingga pelaksanaan dari program-program nasional untuk masyarakat miskin menjadi tepat sasaran. Dan harus dilaksanakan lebih cepat,” tegasnya.
Karena itu, validasi data sasaran akan segera dilakukannya secara terintegrasi bersama seluruh instansi terkait, terutama pemerintah desa dan dusun. Karena disitulah letaknya pendataan dan validasi itu dilakukan.
Proses pemutahiran data penduduk miskin akan dilakukan melalui metode rembug desa. “Dan seluruh rumah tangga miskin akan dipasang label/stiker,” terang Wagub.
Umi Rohmi juga mengungkapkan bahwa masih adanya penduduk yang secara ekonomi sudah mampu/kaya materi tetapi masih mau menerima Raskin, menunjukkan bahwa masalah kemiskinan yang dihadapi bukan hanya miskin ekonomi tetapi juga miskin secara mentalitas. hm
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.