Pada hari Selasa (27/10), siswi kelas III SMP berinisial LS (16) dilarikan pemuda H (20) ke rumahnya di Dangiang. Keduanya memutuskan untuk menikah karena suka sama suka. Beruntung informasi itu diketahui fasilitatorTePAK. Dengan sigap mereka menghalangi rencana pernikahan itu.
Tepatnya pada Rabu (28/10) rencana perkawinan LS yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP dan H berhasil digagalkani tepat 1 hari setelah yang bersangkutan dilarikan.
Kabar rencana perkawinan anak di Desa Dangiang sampai di telinga aktifis LPA. Hal itu bermula dari laporan salah seorang anak di desa tersebut kepada Wulan, salah seorang fasilitator Forum Anak KLU. Pelapor mengaku tidak ingin lagi melihat anak-anak seusianya melakukan perkawinan mengingat banyak dampak buruk yang diakibatkan, tidak hanya menyangkut keluarga melainkan juga anak keturunannya kelak bahkan bagi daerah. Fasilitator anak kemudian meneruskan kasus tersebut ke LPA untuk ditindaklanjuti.
Pada Rabu sore aktifis LPA, fasilitator TePAK, fasilitator FA, Babin, konselor, kepala desa, RT beserta keluarga pihak laki-laki dan perempuan melakukan musyawarah di kediaman pihak laki-laki untuk membahas masalah tersebut. Mereka berinisiatif melakukan pembelasan karena LS masih dibawah umur.
Setelah menerima penjelasan, kedua belah pihak secara kompak akhirnya menyetujui untuk melakukan peleraian. Mereka berasalan ingin menaati peraturan pemerintah dan untuk kemaslahatan bersama.
Related Posts
Ditengah kesepakatan itu, kondisi LS dalam keadaan terguncang. Pihak LPA merasa perlunya penanganan sehingga membutuhkan pendampingan dari psikolog.
Pada Rabu malam, LS dibawa pulang dari kediaman kekasihnya ke Desa Dangiang oleh orang tuanya. Sampai di rumah, orang tua LS berencana membawa anaknya ke rumah yang aman di Desa Tanjung. Dia khawatir jika LS masih di rumah akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, melihat kondisi LS yang uring-uringan, orangtuanya mengurungkan niatnya.
Hingga Rabu malam, orang tua LS masih mengawasi anaknya. Dia berkomitmen untuk menjaga dan mengawasi sambil menunggu psikolog datang untuk memberikan pendampingan.
Pada malam itu juga warga masyarakat berdatangan menyaksikan peristiwa tersebut dan mendengarkan langsung arahan dari LPA dan fasilitator. Berkat penjelasan yang diberikan, warga masyarakat terutama para orang tua di dusun tersebut bisa mengambil pelajaran dan memahami bahwa pernikahan usia anak sangat berdampak buruk bagi anak-anak. ian
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.