BSK Samawa

Rehabilitasi Hutan Tambora, BTNGT Ajak Masyarakat Tanam Bibit Pohon Lokal

0
Inilah areal hutan lindung di kawasan Gunung Tambora di Kabupaten Dompu yang telah berubah menjadi areal pertanian

MATARAM, DS – Alih fungsi lahan pada kawasan Hutan Lindung di Gunung Tambora menjadi areal pertanian jagung yang kini masive dilakukan masyarakat telah menyebabkan kerusakan fungsi lindung kawasan tersebut.

Tercatat, dari total tiga areal KPH di kawasan Tambora yang berada di wilayah Dompu dan Bima, angka kerusakan hutannya mencapai luasan sekitar 55.005 hektare. Rinciannya KPH Tofo Pajo areal hutan yang gundul seluas 12.985 Hektare, KPH Ampang Riwo Soromandi seluas 28.205 hektare dan KPH Tambora mencapai 13.815 hektare.

Oleh karena itu, Balai Taman Nasional Gunung Tambora (BTNGT) mencoba akan melakukan rehabilitasi lahan seluas 700 hektar di tahun 2019 ini.

“Langkah ini adalah sebagai bagian dari upaya pemulihan kondisi lingkungan hidup di kawasan hutan lindung Gunung Tambora,” ujar Kepala Balai Taman Nasional Gunung Tambora, Murlan Dameria Pane menjawab wartawan melalui siaran tertulisnya, Kamis (1/8).

Menurut dia, kegiatan rehabilitasi lahan hutan tersebut diinisiasi oleh Balai TN Tambora dan menggandeng Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Dodokan Moyosari, dengsn tujuan sebagai bagian dari upaya memulihkan kondisi ekosistem Taman Nasional Tambora dan wilayah sekitarnya.

“Kegiatan pemulihan ekosistem tersebut akan diinisiasi dengan berbasis masyarakat sebagai bagian dari upaya Balai TN Tambora menjadikan masyarakat sebagai subjek dalam mengelola Taman Nasional muda tersebut,” jelas Murlan.

Ia menyatakan, pada kegiatab rehabilitasi lahan, masyarakat akan dilibat secara penuh. Yakni, mulai dari proses, penentuan lokasi atau pengukuran, pembibitan, penanaman dan pemeliharaan tanaman.

“Sasaran lokasi kita akan fokuskan di Doro Saha Desa Sori Tatanga, Kecamatan Pekat Dompu, dengan kebutuhan bibit mencapai ratusan ribu bibit,” ucap Marlan.

Bibit tanaman pohon yang akan ditanam merupakan bibit jenis asli Taman Nasional Tambora, antara lain Kepuh (Sterculia poetida) Ketapang (Terminalia catappa), Mpusu, (Ficus sp), Kalanggo (Duabanga moluccana) dan yang lainnya.

Marlan berharap, adanya upaya pemulihan ekosistem tersebut, akan menjadi salah satu solusi penanganan banjir di wilayah sekitar serta terpulihkannya ekosistem dan habitat satwa liar di Taman Nasional Tambora yang saat ini telah menjadi Cagar Biosfer bersama-sama dengan Teluk Saleh dan Pulau Moyo.

Ditambah 10 Kali Lipat

Terpisah, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) akan diperluas 10 kali lipat mencapai sekitar 206.000 hektare (ha) di 2019.

“2019, rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan dan dikerjakan lebih keras lagi dengan memperluasnya hingga 10 kali lipat dari yang sekarang,” ujar Siti saat berkunjung ke Mataram, beberapa hari lalu.

Pendanaannya, menurut Siti, akan mengambil dari APBN untuk rehabilitasi di dalam dan luar kawasan hutan, restorasi ekosistem gambut, pemulihan up land bencana longsor dan banjir, dan pemulihan kebakaran hutan dan lahan.

Sedangkan oleh korporasi, rehabilitasi hutan dan lahan seluas 482.000 ha akan dilakukan pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Corporate Social Responsibility (CSR), Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Masyarakat juga ikut serta dalam rehabilitasi hutan dan lahan melalui hutan sosial dan dinamika masyarakat seperti kegiatan adopsi pohon.

Berdasarkan data KLHK, luas lahan kritis di Indonesia mengalami perubahan di mana pada 2009 mencapai 30,1 juta ha berkurang menjadi 27,2 juta ha, sedangkan di 2018 menjadi 14,01 juta ha.

Rehabilitasi dilakukan pada 15 daerah aliran sungai (DAS) prioritas, 15 danau prioritas, daerah rawan bencana banjir dan tanah longsor, serta daerah hulu dari 65 bendungan. Dampak jangka pendek (1 tahun) RHL ini akan membuat serapan tenaga kerja secara langsung melalui pembibitan dan penanaman sekitar 9,2 juta orang,.

Sedangkan dalam jangka menengah (5 hingga 10 tahun), RHL ini dapat menambah bahan baku kayu sekitar 112,7 juta meter kubik (m3) atau setara Rp67,62 triliun. RUL.

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan