DO, Stunting dan 27 Ribu KTP el Belum Tuntas

0
Pemberi layanan yang tengah memaparkan programnya

SELONG,DS-Drop Out (DO) sekolah di Kabupaten Lombok Timur masih ada. Demikian halnya dengan kasus stunting yang belakangan ramai dibicarakan. Setidaknya itu semua mengemuka ketika fasilitator LPA-Kompak pada momen Uji Coba Tool Monev Pemantauan Layanan Adminduk oleh Masyarakat (Monitoring Kolaboratif Jurnalisme Warga) di Kantor Desa Suradadi, memertanyakannya kepada sejumlah penerima layanan.

Dalam pertemuan itu, antara pemberi layanan dan penerima layanan dipertemukan. Pada penerima layanan dipertanyakan; Apakah ada anak di kampung anda yang tidak sekolah? Hal baik apa yang dirasakan terhadap pelayanan yang diberikan pemerntah terkait anak putus sekolah? Hal yang tidak baik apa dari pelayanan itu? Kemudian rekomendasi yang akan diberikan kepada pemberi layanan?

Pertanyaan yang sama juga disampaikan pada pelayanan kesehatan dan adminduk. Ternyata, masih dijumpai adanya anak-anak yang DO, kasus stunting dan pelayanan yang kurang memuaskan, kendati ada juga hal positif dirasakan oleh penerima layanan.

Dari identifikasi yang dilakukan warga ditemukan 15 kasus DO di Terara. Di bidang kesehatan pun masih ada yang stunting. Terkait pelayanan adminduk, warga meminta agar pelayanan adminduk dipermudah. Pada dasarnya warga minta didatangi sebagaimana praktek pelayanan keliling.

Menurut Manirah dari UPT Dikpora Kecamatan Terara, pihaknya sudah menyediakan sumber-sumber bantuan bagi siswa DO lewat berbagai program seperti bantuan BSM. Karena itu, ia menilai hampir tak ada DO di wilayah kerjanya.

Jika pun terjadi DO, kata dia, diantaranya disebabkan ada perpindahan siswa ke tempat lain. Sedangkan adanya program pemerintah membuat siswa bisa melanjutkan studinya. Terutama wajar Dikdas 9 tahun. “Dengan bantuan itu banyak yang bisa melanjutkan sekolah,” ujarnya.

Jika kemudian ditemukan adanya peserta didik yang putus sekolah harus ditinjau apakah dipengaruhi faktor lingkungan? “Karena itu pihak sekolah akan melakukan kunjungan rumah ke siswa yang terkendala datang ke sekolah. Ada apa sebenarnya?”ujarnya seraya menambahkan persoalan yang terjadi adalah sering ada siswa yang sudah relatif tua karena sering tidak naik kelas sehingga malu menyelesaikan sekolahnya.

Sementara ini sejumlah permasalahan dijumpai seperti kurangnya fasilitas standar di sekolah. Keterbatasan berupa alat belajar dan pendukung kreativitas terutama di pelosok. “Hal ini disebabkan ketersediaan dana yang kurang memadai,” ungkap Manirah seraya menambahkan pihaknya mengupayakan agar ada kesetaraan sekolah desa dengan perkotaan sehingga akselerasi terwujud seimbang atau tidak terlalu jauh antara kwalitas siswa di desa dan kota

Terkait gizi buruk, Sifa dari Puskesmas Terara, mengemukakan upaya menekan gizi buruk dilakukan lewat perbaikan sanitasi, pemberian makanan tambahan (PMT) dan kelas bayi dan balita. “Sanitasi belum tercapai 100 persen. Kelas bayi dan balita belum ada di semua desa,” ujarnya.

Menurutnya, gizi buruk dimulai dari ibu hamil yang kekurangan energi kronik. Persoalannya, PMT tidak semua dikonsumsi setiap hari. Alasannya karena dalam bentuk biskuit. Bagi ibu hamil, biskuit itu seperti makanan anak-anak sehingga PMT justru diberikan kepada anak anak. Padahal, jika gizi ibu kurang bisa menimbulkan berat bayi kurang. “Penanganan gizi buruk dilakukan door to door lewat program kunjungan rumah terpadu atau Kanguru sejak tahun 2016,” katanya.

Sementara itu, Kasi Pelayanan Dukcapil Lotim, Yazid, mengatakan pihaknya melakukan pelayanan keliling dengan pola pelayanan terintegrasi. Pola terintegrasi yaitu masyarakat mengurus dokumen kependudukan secara menyeluruh seperti KK dan KIA.
.
“Hal yang tercapai adalah pelayanan cetak di tempat,” katanya. Namun demikian terdapat KTP el yang belum tuntas sebanyak 27 ribu. Jumlah ini belum termasuk KTP yang belum rampung karena ada perubahan data, hilang dan rusak.

Kendati sudah dilakukan inovasi Bakso dan Bakvia, ia mengakui pelayanan UPT Dukcapil di kecamatan belum maksimal karena ketersediaan kantor yang belum reperesentatif. Kata dia, tahun 2020 akan dibangun 5 kantor UPT baru menambah kantor UPT lain yang sudah didirikan.

“Jumlah desa di Lotim 254 desa. Jadi tidak bisa jangkau semua desa. Idealnya sampai 5 hari pelayanan keliling baru bisa. Kini 1 hari 1 desa (setahun),” katanya.ian

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan