BSK Samawa

“Pabrik” Ikan Pindang Apitaik Terkenal Sejak 1960 an

Inilah jenis ikan yang biasa dipindang (kus)

SELONG, DS – Masyarakat Desa Apitaik, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur (Lotim) pada dekade tahun 1960 an sudah dikenal sebagai pekerja perikanan.  Pekerjaan sebagai pemindang digeluti sekaligus sebagai pedagang ikan pindang/asap di sejumlah pasar di Lotim bahkan hingga ke Pasar Sweta, Kota Mataram.

Beberapa jenis ikan Laut  yang diolah adalah ikan Pari (pajar : Sasak), Ciro, Tongkol, Layang,  Sulir, Rambing, Parean, Tuna (Turingan : Sasak), Cumi-cumi (Cumik : Sasak), Sembulak (Bengkawal : Sasak), Ure/Mairo, dan Udang.

Berbagai jenis ikan itu selain berasal dari Labuhan Lombok, Tanjung Luar, dan Tekalok, juga didatangkan dari Pulau Sumbawa seperti Sape (Bima),  Labuhan Jambu, Labuhan Jontal. Ikan datang dibawa mobil truk dengan jumlah hingga ratusan cool box.

“Ikan datang waktu  siang dan juga kadang malam. Kalau sedang banyak ikan bisa mencapai hingga 300 box (Coolbox), sedangkan kalau sepi hanya mencapai 20 box,” kata salah seorang agen, Kusmianto alias Anto, Rabu (23/02/2022).

Menurut Anto, saat ini  hasil ikan semakin meningkat jumlahnya  diwarnai dengan jumlah warga masyarakat yang memilih pekerjaan  sebagai  pekerja perikanan khususnya pemindangan. “Katakanlah yang baru berumah tangga, yang bersangkutan memilih bekerja sebagai pemindang ikan,”  sambungnya.

Serap  Tenaga Kerja

Pekerja perikanan di Desa Apitaik merupakan penerus aktivitas/profesi orang  tuanya secara turun menurun. Bahkan Gubuk Tembora Dusun  Gubuk Lekok dikenal sebagai gubuk pindang.  Padahal, awalnya cuma segelintir orang, kini rata-rata warga mengambil bagian sebagai pemindang ikan. Tak kurang dari  20 an orang buruh terlibat di dalamnya.

“Kami tak kurang dari 12 orang  yang  bongkar ikan dari mobil truk. Jumlah ikan  dengan kisaran 50 s/d 300 cool box ( ikan ber es dalam box),” kata Jalal, salah seorang pengepul. Menurutnya, kedatangan ikan antara siang dan malam. “Kalau siang antara jelang siang, siang atau sore. Sementara kalau malam hari ba’da  Magrib, Isya, bahkan tengah malam jam dua dini hari,” imbuhnya.

Senada disampaikan oleh  Wito, pekerjaan bongkar ikan tersebut sudah ditentukan ongkosnya oleh para agen yang menerima  ikan.

“Satu  cool box ongkosnya Rp. 5.000. Kami para buruh hingga 12 orang akan membagi sejumlah ongkos.  Kalau misalkan 100 cool box  yang diturunkan maka Rp. 500.000 dibagi 12 orang, kira- kira Rp. 41.500 an lebih perorang,” tuturnya sembari berharap jumlahk ikan datang sampai ratusan box. “Semakin banyak ikan yang datang makin banyak juga upah yang diterima oleh kami  para buruh,” tambah Wito.

Selain  buruh bongkar ikan, ada juga buruh langsir ikan pindang dari rumah pemindang ke tempat area tunggu sebelum berangkat ke pasar dan buruh langsir barang pedagang pindang yang baru pulang dari pasar.  “Untuk buruh ini jumlahnya tak kurang dari 8 orang,” ujar pekerja lain, Amaq Ayah.

Menurut Amaq Àyah, ikan pindang mulai dilangsir ba’da shalat Isya hingga pukul 23.00 Wita. Untuk pedagang pindang yang ke Sweta berangkat pukul 02.00 hingga pukul 03.00 dan Shalat Subuh di sana. Sedangkan untuk yang ke pasar yang lebih dekat berangkat 1 jam sebelum waktu subuh sehingga mereka dapat shalat di sana seperti di Aikmel, Paok Motong, Masbagik, Kopang, dan Mantang,

Sementara Maskun, salah seorang buruh yang melangsir barang pedagang pindang yang baru pulang dari pasar mengaku mulai menunggu sejak pukul 08.00 wita. “Dengan si ulek meken mulei lekan jam setenga siwek sengker jam  setenga due olas (Orang yang pulang dari pasar mulai  dari pukul 08.30 hingga 11.30 wita),” katanya dalam bahasa Desa Apitaik yang kental.

Penyumbang Pertunbuhan Ekonomi Pedesaan

Pedang pindang termasuk sebagai penyumbang pertumnuhan ekonomi desa setempat. Setidaknya, bila ikan laut yang datang surplus hingga ratusan cool box maka akan beredar rupiah hingga setengah miliar untuk satu kali kedatangan ikan.

Harga untuk 1 cool box ikan dengan kisaran Rp 150.000 hingga Rp. 750.000.  Kalau ikan banyak yang datang hingga 300 box, disinilah harga Ro. 150.000. Namun kalau ikan sepi hanya sampai 50 box maka harga melonjak hingga Rp 750.000 per box. “Kalau sedang banjir ikan dengan harga Rp. 250.000 per box. Namun, tergantung keadaan pasar. Biar ikan banjir harga tetap Rp. 750.000 per box,” tutur Anto.

Melihat kondisi tersebut, pekerjaan pemindangan/pengasapan ikan di Desa Apitaik sangat potensial. “Kalau misalkan ada sejumlah 300 box ikan dengan harga per box Rp. 250.000 maka uang yang beredar keseluruhan bisa mencapai ratusan juta hingga mendekati miliaran rupiah,”  Anto coba menghitung.

Melihat kontribusi pertumbuhan ekonomi dari aspek pekerja perikanan dengan  jenis pemindangan ikan, Anto menilai perlunya keberadaan aktivitas pemindangan ikan di Desa Apitaik Lombok Timur mendapat apresiasi dari pemerintah untuk dapat membantu para pekerja pemindangan ikan  di dalam meningkatkan hasil dan tingkat produktivitasnya.

“Memang kita juga berharap kepada pemerintah untuk membantu dalam hal permodalan, sehingga mereka tidak  terdesak dengan hutang. Dengan demikian mereka terbantu dalam mengembalikan setoran ke beberapa petugas bank baik sawsta maupun pemerintah,” harap  Anto (Kusmiardi).

Facebook Comments Box

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.