MATARAM, DS – Status tenaga honorer resmi dihapus tahun depan. Penghapusan itu dilakukan per 28 November 2023. Hal tersebut tertera dalam Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) yang ditandatangani Tjahjo Kumolo pada 31 Mei 2022.
Lantas, bagaimana nasib tenaga honorer di lingkup Pemprov NTB, bila status mereka dihapuskan?.
Salah satu tenaga honorer di kantor gubernur NTB, Khairil Ansori, mengaku resah atas kebijakan Menpan RB yang akan menghapus tenaga honorer tersebut. Padahal, ia yang sudah bekerja sejak tahun 2005 lalu, sangat mengharapkan adanya persamaan hak untuk bisa diangkat menjadi PNS. Sebab, para PNS yang kini telah diangkat menjadi PNS sama dengan dirinya mengabdi di kantor gubernur setempat.
“Kita ini hanya beda tanggal saja tapi aneh yang bersamaan dengan kami mengabdi justru sudah diangkat sebagai PNS, sementara kami yang jumlahnya banyak malah enggak diangkat,” tegas Khairil pada wartawan, Jumat (10/6).
Menurut dia, hingga kini dirinya merasa bingung dengan kejelasan dari kebijakan tersebut.
“Mangkanya itu saya bingung juga, kita ini termasuk yang dapat pengangkatan PPPK atau ndak karena menurut berita guru dan perawat aja yang dapat,” ungkap Khairil.
Ia mendaku, jika kebijakan penghapusan tenaga honorer itu dihapuskan serentak pada 31 Mei 2022. Maka, Khairil berharap adanya solusi yang ditawarkan oleh pemerintah.
“Tenaga honorer di Biro Adpim Setda NTB itu, sangat banyak, mohon kiranya kami dibantu untuk mencari solusi atas pengabdian kami selama ini, kata Khairil.
Senada Khairil. Salah satu tenaga honorer lainnya, Zulkarnaen yang telah mengabdi sejak tahun 2011, mengaku instansi tempatnya bekerja pun saat ini tengah mengusahakan agar tenaga honorer dengan masa kerja di atas dua tahun dapat diangkat menjadi PPPK.
Ia pun berharap agar pengajuan tersebut dapat disetujui. Sehingga dirinya dan juga puluhan tenaga honorer lain di instansi pemerintahan tersebut mendapatkan kejelasan. “Semoga disetujui,” ucap Zulkarnain.
Sementara itu, Menpan RB, Tjahjo Kumolo mengatakan, bahwa tenaga honorer bisa diangkat menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) atau PNS (Pegawai Negeri Sipil), namun harus mengikuti seleksi dan sesuai persyaratan yang berlaku.
Jika tidak lolos atau tidak memenuhi persyaratan, akan dilakukan pengangkatan pegawai melalui pola outsourcing (tenaga alih daya) sesuai kebutuhan Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D).
“Jadi, PPK pada K/L/D tetap bisa mempekerjakan outsourcing sesuai kebutuhannya. Bukan dihapus serta merta,” kata Tjahjo dikutip dari laman menpan.go.id, Jumat, 3 Juni 2022. Instansi pemerintah yang membutuhkan tenaga lain, seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengaman, juga bisa mengangkat pegawai berstatus outsourcing.
Menurut Tjahjo, PP ini justru memberikan kepastian status pegawai non-ASN (Aparatur Sipil Negara). Dengan menjadi tenaga alih daya (outsourcing), sistem pengupahan mengikuti Undang-Undang Ketenagakerjaan dengan Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Provinsi (UMP).
“Sedangkan, bila status honorer, tidak ada standar pengupahan yang jelas,” tandas Tjahjo Kumolo. RUL.