MATARAM, DS – Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam mendorong pembangunan perekonomian sudah tidak diragukan lagi. Selain menggerakkan roda perekonomian, UMKM juga menyerap tenaga kerja yang demikian besar.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, tercatat lebih dari 59 juta UMKM di Indonesia pada 2017. Dari jumlah tersebut, UMKM di Indonesia telah menguasai 99 persen total usaha dan menyerap tenaga kerja sebesar 97 persen total angkatan kerja.
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sendiri, pada 2017 berdasarkan data dari Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi NTB, terdapat lebih dari 648 ribu unit UMKM dengan jumlah tenaga kerja yang terserap lebih dari 1,8 juta orang. Sehingga, mengalami peningkatan mencapai sebesar 17,55 persen bila dibandingkan tahun 2009 lalu, yakni hanya berkisar 96 ribu UMKM.
“Peningkatan jumlah UMKM itu sebanding dengan skala usaha mereka, yakni usaha skala Mikro mendominasi dengan persentase 89,78 persen diikuti oleh skala kecil sebesar 9,70 persen. Itu artinya, usaha mikro kita tumbuh 19.78 persen dibandingkan tahun 2009 yang berjumlah sekitar 486 ribu UMKM,” ujar Kepala Dinas Perdagangan NTB, Hj Putu Selly Andayani, saat menjadi narasumber pada acara Sosialisasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengah (SAK EMKM) dan Pengenalan Jasa Akuntansi Melalui Kantor Jasa Akuntasi (KJA) di Aula Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB di Mataram, Rabu (20/11).
Merujuk riset World Bank, terdapat empat permasalahan utama yang dihadapi UMKM secara nasional yaitu aspek pembiayaan, aspek peluang usaha, kapasitas SDM dan kelembagaan UMKM, serta regulasi dan birokrasi.
“Disinilah perlu kalangan perbankan harus turut serta memberikan kontribusi terbaik dalam pengembangan UMKM. Misalnya kebijakan Bank Indonesia yang sudah mulai intervensi harus pula di ikuti perbankan lainnya,” kata Hj.Selly.
Menurut dia, kebijakan pengembangan UMKM bagi kalangan perbankan tidak lain sebagai upaya mendukung tugas utama BI dalam menjaga stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan keandalan sistem pembayaran.
Kata dia, pihak BI telah melakukan berbagai program pengembangan UMKM seperti program pengembangan klaster, program Wirausaha Unggulan Bank Indonesia (WUBI) dan program Wirausaha Perempuan Bank Indonesia (WPBI).
Meski demikian, daya saing dari UKM juga harus ditingkatkan. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu mengambil langkah-langkah yang dapat mendorong terjadinya peningkatan daya saing bagi produk barang dan jasa di NTB. Hal itu dilakukan untuk menjamin perlindungan bagi Hak Kekayaan Intelektual, memberikan perlindungan konsumen, meningkatkan arus investasi sektor infrastruktur dan menyempurnakan kebijakan perpajakan.
Selly menjelaskan, peran UKM dapat mendorong pemerataan pembangunan ekonomi yang merupakan salah satu dari empat pilar perekonomian nasional. Dengan didorongnya peran UKM di daerah, kesenjangan antar daerah di NTB dapat diminimalisir.
Terdapat banyak sektor-sektor UKM di NTB yang berpotensi untuk dapat bersaing dengan UKM dari luar negeri. Beberapa diantaranya adalah industri agro, pertanian, industri kreatif dan jasa.
Selly mengatakan perbankan juga harus dapat memberikan akses keuangan yang inklusif pada UKM, misalnya dengan memberikan suku bunga yang kompetitif. “ UKM NTB kreatif tetapi terkendala oleh akses keuangan, bahan baku dan teknologi,” tandasnya. RUL.