MATARAM, DS – Sejumlah kader militan Gerindra di NTB memilih ramai-ramai mengundurkan diri. Kabar mundurnya para kader yang sudah berkeringat di partai besutan Prabowo Subianto tersebut jelas menjadi kabar yang tidak baik menjelang perhelatan Pemilu 2024.
Sejumlah kader teras yang mundur itu, di antaranya Budi Wawan dan Haji Mujemal.
Salah satu kader Gerindra Lombok Timur (Lotim), Eko Rahadi, mengkritik keras kebijakan elite Partai Gerindra NTB terkait mundurnya para kader senior Gerindra tersebut.
Ia menegaskan, mundurnya beberapa kader partai, lantaran kebijakan Bambang Kristiono (HBK) selaku Ketua BPD DPP Partai Gerindra yang terlihat terlalu banyak melakukan intervensi terhadap DPD, Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD) hingga kepengurusan Dewan Pimpinan Cabang (DPC).
Bahkan, Anggota DPR RI dapil Pulau Lombok tersebut, terlalu banyak melakukan intervensi terhadap PAC. Seharusnya sebagai kepanjangan DPP, HBK memosisikan diri sebagai penyambung keluh kesah kader.
“Utamanya, kader di NTB selaku dapilnya dengan DPP. Pak HBK bukan bersikap kayak sekarang, yakni terlalu agresif, semua di urus. Seharusnya dia lebih banyak mendengar aspirasi kader-kader yang dibawah, tidak kemudian langsung ikut campur dalam ranah bawahannya,” jelas Eko pada wartawan, Sabtu (23/4).
Sebagai kader Gerindra, ia perlu mengkritik juga sikap dan kebijakan HBK selama ini. Sebab, tugas HBK dirasa terlalu jauh mencampuri urusan partai dari level DPD hingga DPC, bahkan PAC.
Akibatnya, para pengurus partai tidak bisa berbuat banyak untuk mengembangkan suara partai.
“Sikap HBK ini, harus bisa menjadikan warga NTB agar lebih cerdas dalam berpartai dan mengusung wakil rakyat kedepannya,” tegas Eko menyindir.
“Kedepannya, calon dari putra NTB lah yang paham soal NTB ini. Kita jangan hanya ikut – ikutan dan membesarkan orang luar. Kita angkat dan usung putra daerah kita sendiri sebagai DPR-RI, itu yang keren,” sambung dia.
Sebagai orang yang pertama kali membesarkan Partai Gerindra di Kabupaten Lombok Timur sekitar tahun 2008 silam. Eko perlu meluruskan sejarah, bahwa Gerindra saat itu kadernya di bebaskan untuk bergerak untuk membentuk keanggotaan di setiap kecamatan hingga desa.
“Sekitar 14 tahun yang lalu saya ingat, saya dan kawan-kawan dengan eksisnya bergerak untuk membesarkan Partai Gerindra hingga saat ini nampak besar. Sesuai dengan AD/ART Partai, masing-masing DPC diberikan mengurus rumah tangganya sendiri jika Gerindra mau di lihat tetap eksis,” papar dia. RUL.