Justice For Disability, Akhir Masa Jabatan Zul-Rohmi Hadirkan Kebahagiaan Penyandang Disabilitas

Mataram-DS. Justice For Disability melakukan FGD tentang pemenuhan hak penyandang disabilitas melalui Komisi Disabilitas Provinsi NTB yang dibuka secara Kepala Dinas Sosial, H.Ahsanul Khalik.

Hadir Kepala Dinas Sosial NTB, Difabel Daksa – HWDI NTB, Akademisi Universitas Mataram, Kabid Rehsos Dinas Sosial NTB, Carolline Batubara (Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum SETDA NTB) dan peserta 20 orang yang terdiri difabel dan organisasi penyandang disabilitas seperti Tulus Angen Community, PPID, PERTUNI, Lombok Care, Yayasan Askara, GERKATIN, LIDI Foundation, Endri’s Foundation dan dari lembaga bantuan hukum seperti Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Unram, LBH APIK NTB dan Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB.

Program Manajer Justice For Disability (JFD), Zaenur Rohman, menyampaikan bahwa isu hukum dan keadilan bagi difabel masih jadi problem tidak hanya ditingkat pusat tapi juga daerah.

“Pemerintah masih kesulitan untuk memberikan bantuan hukum yang lex spesialis bagi disabilitas yang berhadapan dengan hokum,” ungkapnya, Rabu (16/08/2023).

Kriteria bantuan hukum sekarang selalu dibuktikan dengan surat keterangan tidak mampu. Padahal, kondisi disabilitas wajib mendapat bantuan hukum tanpa memandang latar belakang ekonominya sebagaimana ditentukan dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Kepala Dinas Sosial NTB. H. Ahsanul Khalik, mengaku bangga kepada Kepala Biro Hukum Setda NTB dan timnya atas sikap progresifnya dalam pembentukan Draft Peraturan Gubernur NTB dan SK Kepengurusan terkait Komisi Disabilitas Daerah.

“Besar harapan saya kedepannya tidak memperdebatkan siapa yang berada di kepengurusan Komisi Disabilitas Daerah yang berasal dari 7 unsur tersebut . Baik dari Dinas terkait disabilitas, Hukum, akademisi, LBH, difabel atau organisasi penyandang disabilitas, tokoh masyarakat dan LKS, karena Kepala Daerah dalam hal ini Bapak Zulkiflimansyah Gubernur NTB telah mempertimbangkan dari segala aspek untuk 9 orang tersebut menjadi pengurus Komisi Disabilitas Daerah nantinya,” paparnya.

Kabid Rehsos Dinas Sosial NTB, Armansyah, menyampaikan bahwa Komisi Disabilitas Daerah (KDD) merupakan lembaga non struktural yang bersifat ad hoc yang mempunyai tugas melaksanakan pemantauan, evaluasi dan advokasi pelaksanaan pelindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas yang bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Sosial.

Akademisi Universitas Mataram,Joko Jumadi, mengatakan peserta KDD mesti bekerja secara independen, misalnya apabila ada kebijakan sekolah atau lembaga tertentu yang diskriminatif terhadap difabel.

Ia menyampaikan patut diapresiasi Gubernur dan Wakil Gubernur NTB di akhir masa jabatannya membentuk KDD yang menjadi angin segar bagi semua terutama difabel sebagai perwujudan NTB Gemilang.

Sementara itu, Difabel Daksa – HWDI NTB , Sri Sukarni, mengkritisi banyaknya sarana dan prasarana pemerintah daerah tidak sesuai dengan prinsip aksesibilitas yakni kemudahan, keselamatan, kegunaan dan kemandirian.

“Da, dari pemerintah provinsi sampai pemerintah desa ketika melakukan perencanaan dan pembangunan tidak melibatkan penyandang disabilitas, padahal yang tahu permasalahan disabilitas adalah disabilitas itu sendiri,” urainya seraya berharap kedepannya dalam menentukan kebijakan publik terutama yang ada kaitannya dengan disabilitas harus mengundang dan melibatkan disabilitas. md

Facebook Comments Box

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.