BSK Samawa

Disnakertrans NTB Bersama APPMI-APJATI- ASPATAKI Komitmen Kirim PMI Kompeten dan Profesional

FOTO. Kadisnaketrans NTB, Gede Putu Aryadi (tengah) didampingi Kepala BP2MI NTB, Abri Danar Prabwa (kiri) saat memimpin rakor bersama Kadisnakertrans Kabupaten/Kota dan Para Pengurus Asosiasi Pengusaha Pekerja Migran Indonesia, dihadiri para pengurus dan anggota APPMI, APJATI dan ASPATAKI di Aula Kantor Disnakertrans NTB, kemarin. (FOTO. RUL/DS).

MATARAM, DS – Program menihilkan praktik pengiriman PMI Unprosedural bertajuk NTB Zero PMI Unprosedural, harus menjadi sebuah gerakan bersama. Langkah penempatan PMI secara prosedural perlu dilakukan menyusul kran penempatan PMI ke negara Malaysia telah dibuka oleh pemerintah.

“Maka, pilihan mempersiapkan PMI NTB dengan sebaik-baiknya, melalui pemenuhan persyaratan yang telah ditentukan. Tujuannya adalah untuk memastikan perlindungan kepada para PMI, wajib dilakukan,” ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, saat memimpin rapat koordinasi (rakor) bersama Kadisnakertrans Kabupaten/Kota dan Para Pengurus Asosiasi Pengusaha Pekerja Migran Indonesia, dihadiri para pengurus dan anggota APPMI, APJATI dan ASPATAKI di Aula Kantor Disnakertrans NTB, Selasa (31/5).

Menurut Gede, rakor ini adalah upaya pihaknya untuk mengajak semua pihak terkait untuk menyatukan persepsi dan menyatukan komitmen bagi terwujudnya penempatan PMI secara prosedural. Mengingat, upaya mencegah dan menihilkan PMI Unprosedural, tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah daerah.

“Itulah, esensi pertemuan hari ini. Yakni, kami ingin mendengar berbagai masukan konstruktif dari bapak/ibu para asosiasi dan perusahaan penempatan PMI untuk benar-benar kita bisa mewujudkan program zero unprosedural PMI yang telah menjadi komitmen Gubernur dan Wakil Gubernur dan para Bupati/Wali kota. Kita tentu harus memiliki komitmen yang sama, bahwa kedepan tidak boleh lagi ada warga kita yang berangkat secara non prosedural,” jelas dia.

Sementara itu, Kepala BP2MI NTB, Abri Danar Prabwa, menjelaskan, manakala pihaknya bersama Disnakertrans Provinsi, kabupaten/kota harus samakan persepsi dalam mengatasi permasalahan PMI di NTB yang berangkat secara unprosedural.

“Kita butuh kebijakan baru. Ini karena jika dilihat data, penempatan di Malaysia sudah 2 tahun tertunda keberangkatannya. Jadi, dibutuhkan pengurusan ulang dokumen yang dimiliki oleh CPMI, seperti perjanjian kerja, dokumen medical check up dan surat ijin keluarga,” ungkap dia.

Abri mengatakan bagi P3MI yang sudah memenuhi persyaratan dokumen, diharuskan melakukan pengajuan secara online. Nantinya, pihak BP2MI akan melakukan verifikasi terkait apakah P3MI tersebut layak atau tidak untuk diberangkatkan.

“Kami lihat masih ada beberapa aturan yang belum di implementasikan,” ucap dia.

Menurut Abri, sejauh ini, dalam SiskoP2MI, khusus untuk pekerja di sektor perkebunan sawit, belum dijadikan mandatory terkait sertifikasi kompetensi.

Karena itu, teknisnya tunggal sertifikasi dan jabatan dapat menyesuaikan. “Yang utama, jangan sampai sebuah kebijakan menjadi kendala melalukan pelayanan dan perlindungan bagi PMI NTB,” tegas dia.

Terpisah, Ketua APPMI NTB, HM. Muazzim Akbar mengaku, perlunya komunikasi dan sinergi antara Disnakertrans Provinsi, kabupaten/kota dan BP2MI. Pihaknya berterima kasih kepada Kepala Disnakertrans NTB yang telah menginiasi pertemuan dan selalu berkolaborasi bersama Asoasiasi dan P3MI.

“Sertifikasi kompetensi bagi pengusaha/P3MI setuju dilakukan karena semangat pemerintah untuk menjadikan PMI kita berkompeten,” tegas Muazzin.

Meski demikian, terkait untuk sektor perladangan kelapa sawit, sertifikat kompetensi belum bisa diimplementasikan sepenuhnya sebagai persyaratan untuk pengurusan ID.

Sebab, kata Muazzim, sejauh ini di Provinsi NTB, justru belum tersedianya LPK/BLK yang memiliki program pelatihan bidang perkebunan.

“Lagi pula, di lapangan juga ada persoalan terkait kemampuan pemerintah untuk menyediakan anggaran sertifikasi belum memungkinkan,” ucap dia.

Senada Muazzim. Ketua ASPATAKI, Samsul juga menyampaikan hal serupa. Menurut dia, untuk sektor perladangan dibutuhkan pelatihan yang tidak bisa dilakukan hanya beberapa hari saja. Namun harus ada pelatihan jangka panjang.

“Ini karena, biasanya peserta tidak hanya belajar teori, tetapi harus ada praktek,” ujar dia.

Di sisi lain, Ketua Apjati NTB, Mohammadun menegaskan, pihaknya bersama AP2TKI terus berupaya meningkatkan kompetensi CPMI, termasuk untuk sektor ladang.

Apalagi, animo masyarakat yang ingin bekerja di sektor ladang sawit ini sangat besar. “Tapi, pelatihan kompetensi dan sertifikasi belum bisa mengkover jumlah yang besar. Ini yang perlu jadi perhatian bersama,” tandas Mohammadun. RUL.

Facebook Comments Box

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.