Dampak Negatif Rokok, Tantangan Baru Generasi Muda

Konferensi pers bahaya rokok melalui zoom

Jakarta,DS-Tahun 2023, menjelang peringatan 100 tahun Sumpah Pemuda, generasi muda Indonesia dihadapkan pada tantangan baru yang tak kalah penting, yaitu perlindungan dari dampak negatif rokok.

Pada konferensi pers berkenaan dengan “Dukungan Kebijakan Kenaikan Harga Rokok danUpaya Perlindungan Terhadap Generasi Muda” yang diselenggarakan oleh CHED atas kolaborasi bersama TC IPM, LPAI, FKM UNAIR, NOTC, Masyarakat Sipil Pengendalian Tembakau, RAYA Indonesia, TCSC IAKMI, Smoke Free Jakarta, ASPEKSINDO, LDUI, MTCC UNIMMA, Pro TC, FAKTA. Jum’at (27/10/20230, Kepala Pusat Studi CHED ITB-AD, Roosita Meilani Dewi, menekankan urgensi perlindungan generasi muda dari bahaya merokok.Meskipun Sumpah Pemuda selalu dikenang, generasi muda saat ini dihadapkan pada ancaman dalam bentuk konsumsi rokok yang tinggi.

“Kenaikan harga rokok dapat menjadi langkah efektif dalam mengurangi jumlah perokok dan mencegah generasi muda terjebak dalam kebiasaan merokok yang berbahaya,” jelasnya.

Data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukkan peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa di Indonesia dari 2011 hingga 2021. Tidak hanya itu, prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun juga mengalami peningkatan dari tahun 2013 hingga 2018.

“Indonesia saat ini memiliki harga rokok yang tergolong rendah, dan ini sebagian besar disebabkan oleh rendahnya cukai rokok dan kompleksitas struktur tarif cukai. Dampaknya adalah tingkat konsumsi rokok yang tertinggi di dunia. Kenaikan harga rokok dapat mengurangi konsumsi, mendorong perokok untuk berhenti merokok serta mengurangi inisiatif untuk memulai kebiasaan merokok di kalangan anak muda,” ungkapnya.

Penting untuk mencatat rokok telah terbukti sebagai penyebab utama dari berbagai penyakit mematikan seperti kanker, penyakit jantung dan gangguan pernapasan. Harga rokok yang lebih tinggi dapat mengurangi insentif bagi generasi muda untuk mulai merokok sehingga membantu melindungi mereka dari risiko kesehatan yang serius di masa depan.

“Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR) bekerjasama dengan Center for Disease Control and Prevention Foundation, USA, mengungkap fakta mengejutkan. Pasalnya, perilaku merokok anak sekolah tingkat SMP SMA mengalami peningkatan yang sangat drastis. Prevalensi perokok anak usia 10-14 tahun diketahui terus meningkat hingga 16 kali lipat (Fakta Tembakau Indonesia 2020). Empat dari tujuh pemicu anak merokok berkaitan dengan iklan. Baik iklan di TV, di luar ruangan, maupun di media sosial,” paparnya seraya mengajak masyarakat bersama-sama menyuarakan perlindungan generasi muda sebagai prioritas.

Perlindungan anak adalah amanat negara yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2021 guna menyelenggarakan perlindungan anak secara khusus. Pada tahun 2020, Indeks Perlindungan Anak mengalami peningkatan menjadi sebesar 66,89 dibandingkan tahun 2018 yang hanya sebesar 62,72.

Dalam rangka mempertahankan tren positif tersebut, kenaikan harga rokok adalah langkah penting dalam melindungi generasi muda dari bahaya merokok. Bukti empiris secara global menunjukkan bahwa hal ini dapat mengurangi konsumsi, mendorong perokok untuk berhenti dan mengurangi inisiatif untuk memulai merokok di kalangan anak muda. Penelitian terbaru di Indonesia juga menegaskan bahwa kenaikan harga rokok akibat kenaikan cukai dapat secara dramatis mengurangi minat untuk merokok, bahkan mungkin mendorong hingga sepertiga dari perokok untuk berhenti.

Meskipun tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) di Indonesia naik setiap tahun, dampaknya terhadap penurunan prevalensi perokok anak belum signifikan. Dengan target menurunkan prevalensi perokok anak dalam RPJMN 2020-2024, dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen, kami menyoroti perlunya upaya yang lebih ambisius. Rokok adalah penyebab utama penyakit mematikan. Harga rokok yang lebih tinggi dapat membantu melindungi generasi muda dari risiko kesehatan yang serius di masa depan.

Sementara RGTC FKM UNAIR, Santi Martini, menekankan pentingnya menaikkan harga rokok dan menerapkan regulasi untuk membatasi akses anak-anak terhadap produk tersebut. Tubagus Haryo dari FAKTA menyoroti bahwa harga bukan satu-satunya pendekatan, dan bahwa remaja dapat tetap menjadi bagian dari kelompok sosial tanpa mengonsumsi rokok.

Hal yang serupa,TC IPM, Affan Fitrahman menyatakan bahwa konsumsi rokok bukanlah bagian dari budaya Indonesia, dan mendukung pengendalian tembakau.Sedangkan Perwakilan Forum Anak Nasional, Muhammad Alief menegaskan pentingnya menjauhkan anak-anak dari segala hal yang terkait dengan rokok, termasuk iklan dan peredarannya.

Menurut Duta Anak Nasional, Alya Eka Khairunnisa, kampanye bahaya rokok harus disampaikan tidak hanya kepada akademisi dan aktivis, tetapi juga kepada lingkungan dan keluarga secara lebih luas. Semua pembicara sepakat bahwa pengendalian tembakau adalah langkah penting dalam menjaga kesehatan masyarakat.md

Facebook Comments Box

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.