Bapemperda DPRD NTB Sampaikan Penjelasan Empat Raperda Inisiatif di Sidang Paripurna
MATARAM, DS – Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD NTB menyampaikan penjelasan empat raperda inisiatif dalam Rapat Paripurna DPRD di Ruang Rapat Utama DPRD NTB, Rabu (20/11).
Dalam rapat yang dipimpin Ketua DPRD NTB Hj. Baiq Isvie Rupaedah, anggota Bapemperda DPRD NTB R. Rahadian Soedjono menyatakan, merujuk Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah maka Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, baik di provinsi dan kabupaten/kota serta tugas pembantuan. Oleh karena itu, penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah harus dilakukan. Mengingat, pada sidang paripurna sebelumnya, DPRD telah menyetujui dan menetapkan empat rancangan perda usul prakarsa DPRD NTB menjadi raperda prakarsa DPRD setempat.
“Maka berdasarkan Pasal 5 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik. Meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan,” ujar Rahadian saat menyampaikan laporannya.
Ia mengatakan empat ranperda yang diusulkan itu masing-masing Raperda tentang Pengembangan, Pembinaan dan Pelindungan Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan Sastra Daerah. Selanjutnya, Ranperda Pengembangan Ekonomi Kreatif, Ranperda Pencegahan dan Pemberantasan Kegiatan Perikanan yang Merusak Lingkungan, serta Ranperda tentang Tata Niaga Ternak.
Rahadian menjelaskan, untuk Ranperda Pengembangan, Pembinaan dan perlindungan Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan Sastra Daerah, sejatinya hal tersebut didasarkan pada kewenangan dan kewajiban pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara yang mengamanatkan pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa daerah dan sastra daerah.
Disamping itu, kata dia, sebagai tindak lanjut pasal 9 ayat dua PP Nomor 57 tahun 2014 yaitu pemerintah daerah melaksanakan pemberian dukungan terhadap upaya pengembangan, pembinaan, dan pelindungan Bahasa Indonesia, serta amanat Pasal 42 ayat 4 Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2019 tentang penggunaan bahasa Indonesia. “Jadi, pengawasan penggunaan Bahasa Indonesia di daerah oleh pemerintah pusat diharuskan pelaksanaanya melalui sebuah penetapan peraturan daerah,” kata Rahadian.
Menurut dia, pentingnya Perda ini disahkan lantaran pada era globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi saat ini, keberadaan bahasa dan sastra daerah makin terancam akibat berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat. “kondisi tersebut harus segera diatasi melalui penanganan secara sungguh-sungguh, terarah, dan terencana, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dengan melibatkan lembaga sosial dan lembaga adat di daerah,” tegas Rahadian.
Terkait Ranperda pengembangan ekonomi kreatif, menurut dia, lahirnya Perda ini dipicu perkembangan ekonomi kreatif di NTB cukup potensial untuk dikembangkan. Karena belum ada regulasi di tingkat daerah maka keterlibatan pemerintah daerah dalam mengembangkan ekonomi kreatif di NTB dirasa belum optimal.
“Memang, saat ini, UU tentang ekonomi kreatif sudah disetujui oleh DPR dan pemerintah untuk disahkan. Kendati tinggal menunggu pengundangan agar memiliki kekuatan mengikat, namun secara substansi sudah dapat dijadikan dasar dari aspek substansi materi muatan,” kata Rahadian.
Sementara, Ranperda Pencegahan dan Pemberantasan Kegiatan Perikanan yang Merusak Lingkungan, dijelaskan Rahadian, didasarkan pada aspek kewenangan provinsi di bidang kelautan dan perikanan merujuk Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.Dimana, kata dia, kewenangan provinsi untuk mengatur perikanan dan kelautan sejauh 12 mil laut yang diukur dari titik pangkal ke arah laut lepas atau ke arah perairan kepulauan.
Selain itu, peraturan perundang-undangan lain, seperti UU Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 45 tahun 2009 juga mengatur aspek teknis kewenangan dan pengawasan laut oleh pemprov. Sedangkan, penegakan hukum untuk pencegahan penangkapan ikan yang melanggar hukum di luar dari 12 mil menjadi kewenangan pemerintah pusat.
“Jadi, landasan filosofis disusunnya raperda ini didasarkan pada kenyataan bahwa kondisi ekosistem sumber daya perikanan sebagai sektor andalan NTB menunjukkan gejala penurunan kualitas sebagai akibat dari kegiatan penangkapan ikan yang merusak lingkungan. Maka, perlu usaha sistimatis dan komprehensif dari pemerintah daerah terkait pengawasan dan perlindungannya,” kata Rahadian.
Selanjutnya, untuk Ranperda tata niaga ternak. Diakuinya, usaha ternak di NTB memiliki peluang pasar yang luas dan cenderung terus meningkat, baik pemasaran lokal maupun pemasaran keluar daerah provinsi. Hal tersebut ditopang dengan kondisi geografis NTB sebagai salah satu provinsi penghasil atau sumber ternak, khususnya sapi potong dan sapi bibit.
“Adanya regulasi ini, akan mengatur agribisnis peternakan, sehingga ada keterpaduan secara vertikal antarsub sistem mulai dari sektor hulu sampai hilir. Yang utama juga ada kelembagaan antara peternak dengan pedagang dalam satu kelembagaan bersama kedepannya,” tandas R. Rahadian Soedjono. (RUL)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.