Aspeksindo Bersama LPAI Gelar Diskusi Tentang RUU Omnibus Law Kesehatan dan Bahaya Merokok bagi Anak
Jakarta, DS-Memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Aspeksindo) Bersama Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menggelar Webinar dan Konferensi Pers dengan tema “Kita Butuh Edukasi, Bukan Tipu-tipu dan Adiksi; Perspektif RUU Omnibus Law Kesehatan dari Kaum Muda”.
Kegiatan dilaksanakan untuk menjaga dan membangkitkan semangat belajar serta mendorong pelibatan dan partisipasi publik membahas edukasi serta strategi pengendalian tembakau demi mewujudkan regulasi yang memberikan perlindungan komprehensif pada generasi muda. Kegiatan ini berlangsung pada Rabu, 10/05/2023, via zoom.
Dalam Webinar ini turut bergabung pembicara Ni Putu Kesya Mahesa Sukarya (DK KMPT HMKM FK UNUD), Oktavian Denta E. A. (Koordinator Semarku), Ade Setyaningrum Sutrisno (Duta Maritim Indonesia ASPEKSINDO) dan Kadek Ridoi Rahayu, SKM., MPH (Project Manager TC LPAI).
Direktur Eksekutif Aspeksindo Dr. Andi Fajar Asti, M.Pd., menyampaikan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah penduduk perokok terbesar di dunia, yang mana persentasenya mencapai 39.9 persen, atau masuk pada peringkat ke tujuh. Yang artinya 57 juta orang di Indonesia menjadi pengonsumsi rokok aktif dan menjadi salah satu yang terbesar di dunia.
“Dengan demikian perlu adanya usaha preventif dan perbaikan kualitas Kesehatan bagi masyarakat Indonesia melalui transformasi Kesehatan. Transformasi kesehatan membutuhkan dukungan regulasi yang bertujuan untuk mewujudkan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia”, ungkapnya
Menurutnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law disinyalir menjadi salah satu bentuk yang dapat mengakomodir tujuan tersebut.
Selain itu, jika RUU Kesehatan ini disahkan maka salah satunya akan menggantikan Undang Undang Kesehatan Nomor 39 tahun 2009 yang sudah ada. Namun dalam poin-poin pasal RUU Kesehatan ini belum dapat mengakomodir upaya pengendalian tembakau di Indonesia sehingga ada beberapa masukan lainnya mengenai larangan iklan, promosi, dan sponsor serta standarisasi kemasan produk tembakau.
“Kehadiran RUU Kesehatan ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk membuat perubahan dalam upaya pengendalian konsumsi rokok, sehingga aturan di dalamnya harus benar-benar fokus pada perlindungan masyarakat” ungkapnya.
Lanjut, Sebagai bentuk atensi dan kepedulian akan hal tersebut maka perlu kita bergerak memberikan solusi dan kontribusi pemikiran dan gagasan kepada pemerintah agar membuat dan menetapkan regulasi RUU Kesehatan yang mengedepankan asas kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia bukan untuk kepentingan segelintir kelompok.
“Upaya ini menjadi bagian penting menyelamatkan masa depan bangsa terutama masa depan pemuda-pemudi Indonesia yang menjadi cikal bakal calon pemimpin masa depan”, tuturnya.
Sementara itu, Project Manager TC LPAI Rahayu, SKM., MPH menyampaikan bahwa tantangan yang dihadapi oleh anak muda Indonesia sekarang yaitu rokok yang semakin tidak terkontrol, mulai dari produksi hingga penjualannya, bahkan dengan mudahnya remaja di bawah umur mendapatkan rokok.
Tidak hanya itu, Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (ASPEKSINDO) menilai pemerintah tidak serius menangani permasalahan terkait rokok. Ini dibuktikan dengan RUU Omnibus Law kesehatan yang disebut lebih berpihak ke produsen rokok dari pada faktor kesehatan utamanya remaja.
Lanjut, ia menjelaskan sekolah memiliki peran penting untuk memberikan pengajaran dan pemahaman kepada generasi muda tentang bahaya rokok.
Menurutnya guru dan orang dewasa di lingkungan sekolah agar tidak merokok. Sekolah diharap bisa membuka ruang diskusi tentang bahaya apa saja yang ditimbulkan oleh zat-zat yang terkandung di rokok ini.
“Guru atau orang dewasa di lingkungan sekolah agar tidak merokok di depan anak-anak dan lebih bagus lagi jika tidak merokok. Kemudian penting juga untuk memulai membuka diskusi tentang bahaya rokok ini,” ungkapnya.
Selain itu ada pula tantangan tersendiri terkait anggapan bahwa rokok adalah barang yang normal. Namun, pada kenyataannya zat-zat di dalam rokok itu sangat adiktif yang berbahaya untuk kesehatan.
“Ada yang menyebutkan rokok ini barang normal, tapi itu salah, rokok ini mengandung zat adiktif yang berbahaya untuk kesehatan yang menyebabkan anak-anak yang belum bisa mengambil keputusan dengan matang berkaitan dengan konsumsi zat-zat ini membawa mereka untuk menjadi ketergantungan. Jadi membuka ruang diskusi itu yang utama berikan informasinya jangan tertutup,” ujarnya.
Selain itu sekolah harus menjadi tempat yang merangkul siswanya dan memberikan edukasi tentang rokok.
“Sekolah punya kewajiban untuk memberikan layanan berhenti merokok atau pun edukasi yang ramah anak. Jadi gak ada cerita kalau kedapatan merokok dimarahi. Sebaiknya dirangkul, diinformasikan, diajak untuk mengkritisi baik atau tidak untuk mereka,” tuturnya.
Lanjut, ia juga mengimbau agar sekolah tidak memberikan kesempatan kepada produsen rokok menyusupi sekolah dengan iklan dalam bentuk apapun.
“Sekolah memperkuat regulasi yang tadi, tegas dilingkungan terdekat anak dilingkungan sekolah jangan sampai ada penyusup penyusup industri. Jangan biarkan ada celah yang masuk untuk promosi atau sponsorship dalam bentuk apapun,” katanya.md
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.