BSK Samawa

Aksi Unjuk Rasa Klaim Pemilik Lahan Poltekpar Puluhan Tomas dan Toga Puyung Desak Pemprov NTB Tindak Tegas  

0
Ketua BPD Desa Puyung, Lalu Abas Sahroni (kanan) saat menyampaikan aspirasi warganya terkait dukungan pembangunan Poltekpar NTB di wilayahnya,

MATARAM, DS – Puluhan tokoh masyarakat (tomas) dan tokoh agama (toga) di Desa Puyung, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah mendesak Pemprov NTB bertindak tegas atas ulah puluhan warga yang mengklaim  pemilik lahan di lokasi pembangunan Politeknik Pariwisata (Poltekpar) di wilayah setempat.

 

Para tomas dan toga itu mengaku resah atas adanya aksi unjuk rasa sebanyak 25 orang dari total sebanyak 80 orang di kantor Gubernur NTB pada Senin (24/7) lalu, yang menyatakan mereka merupakan ahli waris, dan selanjutnya  mengatasnamakan warga desa mereka.

 

“Sekali lagi, aksi unjuk rasa itu telah memalukan nama desa kami, karena itu bukan ciri asli masyarakat desa Puyung yang dikenal santun dan merupakan desa budaya di Lombok Tengah,” tegas Ketua BPD Desa Puyung, Lalu Abas Sahroni saat menyampaikan aspirasinya di Ruang Rapat Utama (RRU) kantor Gubernur NTB, Rabu (26/7).

 

Menurutnya, pemasangan baliho yang berisi penolakan atas pembangunan Poltekpar oleh sekelompok orang dipastikan bukan mewakili seluruh masyarakat di Desa Puyung. Sebab, sejak awal seluruh masyarakat Desa Puyung, sangat antusias menyetujui pembangunan Poltekpar tersebut.

 

“Jujur, kami tahan marah warga atas adanya pemasangan baliho oleh oknum-oknum itu. Sekali lagi, kami ingin ada kemajuan di desa, makanya kami mendukung pembangunan Poltekpar itu,” kata Abas.

 

Ia mendesak aparat pemprov agar segera bertindak tegas, lantaran telah adanya keputusan pengadilan tertanggal 14 Juli 2017, yang memastikan, jika eks lahan PTPN XII di Puyung tersebut telah menjadi bagian aset daerah milik Pemprov NTB.

 

“Ngapain ditunda-tunda proses eksekusinya, kami semua warga Puyung mendukung pembangunan Poltekpar, silahkan dilanjutkan dan disegarakan pembangunannya,” ujar Lalu Abas Sahroni.

 

Sementara itu, Kepala Desa Puyung, Kecamatan Jonggat, Lalu Edith Rahardian W, mengakui telah ada kesepakatan antar semua warga, oknum ahli waris bersama jajaran pemkab dan Pemprov NTB terkait tidak bolehnya adanya pendudukan lahan pembangunan Poltekpar setahun lalu. Menurutnya, jika ada sampai pihak yang melanggar kesepakatan tersebut, maka aparat keamanan bisa langsung memproses mereka.

 

“Jadi, karena sekarang sudah ada masyarakat yang mengklaim merupakan ahli waris yang melanggar kesepakatan, maka kami persilahkan ditangkap saja oknum yang memasang baliho penolakan pembangunanya,” tegas Edith.

 

Ia mengatakan, adanya aksi segelintir oknum yang mengatas namakan merupakan ahli waris lahan tersebut telah membuat keresahan dan kenyamanan warga di wilayahnya terganggu. Bahkan, pemasangan baliho penolakan pembangunan Poltekpar itu telah mengancam keharmonisan warganya. Terlebih, mereka mengumbarnya di media sosial (medsos).

 

“Di forum ini kami minta ketegasan aparat pemprov. Kami pastikan, semua warga desa Puyung menunggu dan mendukung langkah yang adil bagi kenyamanan warga, yakni pembangunan Poltekpar itu secepatnya,” tandas Lalu Edith Rahardian.

 

Terpisah, Kepala Biro Hukum Setda NTB, H Ruslan Abdul Gani memastikan, jika pihaknya akan bertindak tegas. Sebab, lahan pembangunan Politeknik Pariwisata (Poltekpar) di Puyung tersebut merupakan aset daerah sejak tahun 1961 silam.

 

“Pemda NTB tidak mau kalah dan pasti tegas, karena itu aset daerah. Ada Pol-PP dan aparat kepolisian yang akan mendampingi, manakala ada warga yang mau gagalkan pembangunan Poltekpar. Soal mau kuasai lahan, mereka bisa berhadapan dengan aparat,” tegas Ruslan.

 

Menurutnya, aksi segelintir oknum dengan melakukan pendudukan lahan. Diantaranya, mendirikan berugak, dipastikan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. “Kita ini negara hukum, silahkan tempuh jalur hukum. Jangan anarkis, karena bisa kena pasal penggeregahan nanti,” ungkap Ruslan.

 

Diketahui, sebelum sengketa lahan mencuat ke publik, pada bulan September 2016 lalu telah ada gugatan atas nama Suryo atas lahan seluas 70 are. Pemprov NTB digugat Suryo yang mengklaim merupakan sebagai ahli waris di lokasi pembangunan Poltekpar. Bahkan, penggugat menghadirkan Mantan Gubernur NTB, H Lalu Srinata dan orang-orang penting lainnya dalam persidangan, untuk memberikan pembelaan.

 

Namun, pemprov pun tidak mau kalah. Sebab, di persidangan Direktur PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII juga ikut dihadirkan oleh pemprov NTB. Hal ini dinilai penting, karena ahli waris mengaku memperoleh lahan tersebut dari hibah investor asal Belanda pada tahun 1962.

 

“Bagi kami itu ganjil lah, emang boleh orang asing beli lahan di Indonesia. Inikan tidak masuk di akal, apalagi dalam logika peraturan perundang undangan menyangkut kepemilihan lahan (agraria),” jelas Ruslan.

 

Pemerintah, kata dia, telah melakukan pembebasan lahan sejak tahun 1961. Tim pembebasan lahan saat itu adalah Pemkab Loteng, masa kepemimpinan bupati Sanusi. “Sehingga, sangat lucu, manakala tahun 1962 ada orang yang mengklaim mulai memiliki lahan itu, apalagi diperoleh hibah dari warga asing,” tandas  Ruslan Abdul Gani.fahrul

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan