BSK Samawa

Tersangka Bernyanyi, Aliran Dana Merger BPR NTB Rp 700 Juta Diduga Masuk Masuk ke Kantong Oknum Dewan dan Pejabat Pemprov

0
Juru Bicara Kejati NTB, Dedi Irawan, SH.,MH

MATARAM, DS – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB mendesak lembaga DPRD NTB melalui komisi terkait agar bereaksi atas adanya isu dugaan aliran dana senilai Rp 700 juta yang kabarnya digunakan  untuk keperluan percepatan pembahasan dan pengesahan Perda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menjadi PT BPR NTB.

Sekjen FITRA NTB, Ervyn Kaffah mengatakan, ciutan dua orang tersangka kasus merger yang juga merupakan pengurus inti dalam tim konsolidasi bentukan Gubernur pada PT BPR NTB, yakni Ihw dan Mtw yang menyebutkan jika aliran dana itu masuk ke oknum DPRD dan oknum pejabat Pemprov NTB, seharusnya ditindaklanjuti dengan melakukan  klarifikasi.

Menurutnya, sikap proaktif terhadap situasi yang berkembang sebagai bentuk pelaksanaan fungsi Pengawasan DPRD harus dilakukan pada kasus merger PT BPR NTB itu.  Untuk itu, Ervyn mengatakan pemanggilan pihak eksekutif dalam rangka menjelaskan mengenai maksud pengumpulan dana tersebut, tingkat kelayakannya, dan siapa yang memerintahkan tim konsolidasi untuk mengumpulkan dana tersebut kepada seluruh BPR di NTB (Perusda) harus cepat dilakukan.

“Dewan tidak cukup sekedar bersikap defensif terhadap isu adanya dana yang mengalir ke oknum anggota dewan sendiri dan pihak eksekutif. Kami sebagai elemen masyarakat mendorong dewan untuk mengambil sikap proaktif sebagai bentuk pengawasan lembaga DPRD,” ujar Ervyn menjawab wartawan, Minggu (4/3) kemarin.

Ia menuturkan dana senilai Rp 700 juta itu, belum lagi bila diperhitungkan dengan dana lainnya terkait pengadaan IT yang juga diduga dikorupsi, tergolong besar. Hal ini menimbulkan kecurigaan besar mengenai apa sebenarnya maksud pengumpulan dana tersebut oleh pihak eksekutif melalui Tim Konsolidasi.

Ervyn merincikan, dana sekitar Rp 700 juta, ditambah dana terkait pengadaan, bisa mencapai Rp 1,1 miliar. Sehingga, jika dikalkulasi dana yang tercecer dan berhasil dikumpulkan mencapai sebesar Rp 1,8 miliar atau hingga 61 persen.

“Ini juga sesuai temuan pemeriksaan BPKP mengingat dana yang “kececer” ini sangatlah besar, patut diduga ada yang tidak beres dalam kegiatan pengumpulan dana tersebut. Khususnya mengenai rencana pengumpulan dana tersebut apakah  sejak awal sudah layak, atau justru ada maksud-maksud tertentu,” tegasnya.

Terkait pengakuan para tersangka yang menyebut adanya dugaan keterlibatan  oknum pejabat terutama dalam  memerintahkan penggunaan dana,  apalagi dana tersebut diterima oleh oknum anggota dewan dan oknum eksekutif, menurut Ervyn, hal inilah yang perlu ditelusuri oleh aparat Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.

“Yang jelas, dimensi yang terkandung dalam kasus BPR cukup luas. Bukan saja sebatas kasus dugaan korupsi dana merger BPR. Tapi yang dapat digarisbawahi bahwa dana merger itu dikumpulkan dalam rangka kegiatan merger BPR oleh tim konsolidasi yang dibentuk berdasarkan keputusan Gubernur NTB,” jelas Ervyn.

Masih Dalami Tersangka Lain

Sementara itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB masih mendalami peran para tersangka dalam kasus merger PT. Bank BPR NTB. Tidak  hanya selesai sampai dua tersangka Ihw dan Mtw, penyidik membuka peluang mengusut kemungkinan tersangka lain.

Kemungkinan mengembangkan penyidikan itu disampaikan  juru bicara Kejati NTB Dedi Irawan, SH,MH sesuai informasi dari Kasi Penyidikan Pidsus Kejati NTB. Pengakuan kedua tersangka soal aliran dana ke sejumlah pihak, baik eksekutif maupun legislatif bisa saja dikembangkan.

“Sangat memungkinkan kita usut pelaku lain, tergantung nanti alat bukti.  Pengakuan-pengakuan tersangka itu kita pertimbangkan nanti,” kata Dedi Irawan.

Pihaknya tidak bisa begitu saja mengusut ketika ada pernyataan tersangka  menyebut pihak lain menerima aliran dana BPR Rp 1,1 miliar yang sudah tercatat sebagai kerugian negara. Butuh proses kajian sampai sejauh mana bukti pendukung dari pernyataan para tersangka.

Meski tersangka menyebut  ada indikasi aliran dana ke Pansus sebesar Rp 770 juta dan ke oknum pejabat Pemprov NTB Rp 80 juta,  itu disebutnya sebatas informasi lisan yang perlu pembuktian.

Saat ini, menurut Dedi, pihak Pidsus masih fokus pada penyelidikan penggunaan dana merger PD BPR menjadi PT. Bank BPR NTB. Di mana dalam penggunaan anggaran itu ada tanggung jawab dua tersangka Ihw sebagai Ketua Tim Konsolidasi  dan Mtw selaku Wakil Ketua Tim Konsolidasi.

Untuk memperdalam lagi kasus pihaknya mengagendakan pemanggilan tersangka, khususnya Ihw pekan depan. Jadwal pemeriksaan Senin, 5 Maret 2018 mendatang untuk memperdalam keterangan sebelumnya.

“Senin kita sudah agendakan lagi pemeriksaannya,” katanya.  Surat panggilan sebagai tersangka untuk diperiksa kedua kalinya sudah dikirim.

Terpisah, Kuasa hukum Ihw, Dr. Umaiyah, SH,MH mengakui sudah menerima surat panggilan tersangka tersebut kepada kliennya. Sesuai agenda, kliennya akan kooperatif memenuhi panggilan. “Kita yang pasti tetap hadir,” jelasnya.

Ditanya mengenai pernyataan Sekda NTB  Dr.H. Rosiady H. Sayuti, M.Sc  yang menganggap pernyataan kliennya ilegal karena tanpa dasar, Umaiyah menanggapi santai. Ia juga santai menanggapi pernyataan Sekwan NTB, H. Mahdi yang justru terkesan meremehkan karena menyebut ungkapan tersangka soal aliran dana ke Pansus hanya obrolan di warung kopi.

Menurutnya, kuncinya ada di tersangka Mtw yang di bawah kendali  Kepala Biro Ekonomi Setda NTB soal pencairan dan pengadaan barang dan jasa.  Sebab kliennya dalam kasus ini hanya pasif ketika disodorkan tanda tangan dengan posisi hanya ‘mengetahui’ ada pengadaan atau pencairan.

“Kan yang tahu persis adalah Mtw, karena pencairan ada di dia. Tapi yang pasti, dia kan punya saksi kalau misalnya diminta keterangan soal ini (aliran dana) oleh penyidik,” tandas Umaiyah. fahrul

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan